PRIORITAS, LHOKSEUMAWE – Mahasiswa yang berasal dari Universitas Malikussaleh (UNIMAL) dan Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) menggelar unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Negeri Lhokseumawe di Jalan Tgk. Chik Ditiro Lancang Garam, Kecamatan Banda Sakti, Rabu (23/06/2021) sekira Pukul 11.15 WIB.
Para mahasiswa yang berjumlah delapan orang tersebut meminta pihak Kejari Lhokseumawe agar jangan menjadi pengecut dalam mengungkap kasus proyek fiktif Pembangunan Tanggul Pengaman Pantai Cunda-Meuraksa yang telah merugikan negara itu.
“Kami minta Kejari Lhokseumawe agar mempublikasikan hasil audit kasus Tanggul Cunda-Meuraksa, Umumkan juga siapa dalang dan wayang dalam kasus tersebut,”kata Koordinator Lapangan Aksi, Yudi Ansyah Katiara.
Dalam aksinya yang dikawal ketat oleh personel polisi dari Polres Lhokseumawe itu, terlihat mereka membawa poster yang bertuliskan berbagai kalimat tuntutan, seperti; Hukum bukan untuk dikangkangi, Tetapkan Dalang dan Wayang Kasus Korupsi Tanggul Cunda-Meuraksa.
“Jangan sampai citra dan harga diri kejari runtuh, karena tidak berani mengumumkan hasil penyelidikan kasus dan hasil audit BPKP Aceh yang menyebutkan adanya kerugian negara dalam perkara ini,” tegas Yudi.
Baca juga: Kepala BPKP Aceh Sebut Ada Unsur Tipikor pada Proyek Tanggul Cunda-Meuraksa
Dalam tuntutannya, mereka juga meminta supaya pihak kejari mengusut tuntas kasus Proyek Tanggul Pengaman Pantai Cunda-Meuraksa yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2020 dengan anggaran Rp 4,9 Miliar.
Yudi menduga ada sesuatu yang telah membungkam pihak Kejari Lhokseumawe sehingga tidak berani membongkar kasus itu. Padahal menurutnya selama ini masyarakat menaruh harapan besar pada kejari supaya menegakkan hukum dengan seadil-adilnya dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Dr. Mukhlis SH MH, saat beraudiensi dengan para pendemo mengatakan, kasus proyek Pembangunan Tanggul Pengaman Pantai Cunda-Meuraksa sangat unik, untuk itu pihaknya harus berhati-hati dalam mengungkap perkara itu.
“Hasil penyelidikan intelijen kami menemukan bahwa pekerjaannya ada di lapangan, yang dilaksanakan pada Bulan Januari-Maret 2020, tetapi semua pekerjaan tersebut dilakukan tanpa kontrak, jadi fisiknya ada itu dan boleh kita cek sama-sama,” sebut kajari.
Dijelaskannya, untuk membayar hasil pekerjaan itu, Pemko Lhokseumawe melalui ULP melelang paketnya. Kata Mukhlis, proses tender itu adalah melanggar hukum karena melelang barang yang sudah dikerjakan lebih dulu.
“Semua orang tahu itu, bahwa melelang barang yang sudah ada merupakan pelanggaran hukum, tetapi ini bukan proyek fiktif karena fisik pekerjaannya ada di lapangan dan volumenya sesuai dengan kontrak,” katanya. (Iskandar)