Mandailing Natal, Prioritas.co.id – Sidang lanjutan Kasus penganiayaan wartawan di Mandailing Natal (Madina) kembali digelar dengan Agenda sidang memeriksa saksi-saksi yang diajukan oleh Kuasa Hukum para terdakwa pada Jumat, (15/07/2022) kemarin.
Namun nampaknya saksi-saksi yang dihadirkan untuk meringankan para terdakwa ini hanya menjelaskan upaya damai yang dilakukan keluarga terdakwa dengan korban, Wartawan.
Dua orang saksi yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa dalam persidangan adalah para pengurus MPC PP Madina yakni Khairil Amri dan Abdul Wahab Dalimunthe.
Dalam kesaksiannya, Khairil menjelaskan kepada hakim perihal upaya perdamaian yang dilakukan oleh pengurus MPC PP Madina terkait penganiayaan terhadap korban. Khairil menceritakan bahwa korban enggan bertemu dengan para negoisator karena kondisi keluarganya sedang trauma akibat melihat video viral terkait pemukulan dan pengeroyokan itu.
“Kami datang dengan lima mobil. Tapi memang tidak langsung bertemu dengan korban. Kami menemui kepala dusunnya terlebih dahulu. Kami pun menceritakan maksud kedatangan kami dengan kepala dusun. Kemudian, kepala dusun mendatangi rumah korban, tapi kami tidak ingin ditemui korban alasannya itu karena takutnya anak-anak korban sedang trauma dan ada beban kawan-kawan di pundak korban,” ucap Saksi di depan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Arief Yudiarto, SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riamor Bangun, SH.
Usai menceritakan itu, hakim bertanya apa maksud beban di pundak korban yang disampaikan oleh saksi. Kemudian saksi mengatakan, sepertinya beban yang dimaksudkan korban adalah beban dari kawan-kawan jurnalis di Madina.
“Mungkin Yang Mulia, beban kawan-kawan wartawan. Soalnya saya dapat informasi, setelah kejadian itu, wartawan kumpul di Cafe Lopo Mandailing, tapi saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan Yang Mulia,” jelas saksi yang juga menjabat sebagai ketua KNPI Madina ini.
Beliau juga menuturkan, upaya perdamaian ini juga dilakukan mereka setelah para terdakwa ditahan di Mapolda Sumut usai beberapa hari terdakwa melarikan diri. Menurut saksi upaya damai ini dilakukan tidak ada perintah atau suruhan dari siapapun, hanya inisiatif beberapa orang di MPC PP Madina.
Sementara itu, ketika hakim memberikan waktu untuk JPU bertanya kepada saksi. JPU mengatakan bingung karena menilai, saksi meringan yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa ini, dinilai keterangannya tidak ada yang meringankan dengan kasus yang sedang di sidangkan terkait pemukulan dan pengeroyokan serta tindakan kekerasan dimuka umum yang dilakukan para terdakwa kepada korban Jeffry Barata Lubis di Cafe Lopo Mandailing Desa Pidoli Lombang kecamatan Panyabungan.
“Saya bingung pak hakim mau bertanya apa, karena saya menilai saksi yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa ini keterangannya tidak ada yang meringankan”.ujarnya.
Mendengar pengakuan saksi yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum terdakwa penganiayaan wartawan tersebut, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Madina, Muhammad Ridwan, Lubis, S. Pd pun angkat bicara.
Menurutnya, usai peristiwa penganiayaan terhadap korban, dirinya bersama pengurus PWI Madina serta rekan-rekan wartawan lainnya memang berkumpul dan membahas permasalahan ini.
“Dengan tegas saya bersama kawan-kawan wartawan di Madina memang meminta ke Bang Jeffry untuk tidak berdamai. Jika mau memaafkan silahkan. Namun proses hukum harus berjalan. Dan menurutnya juga bahwa peristiwa ini juga ada runtutan dari peristiwa yang terjadi sekitar beberapa bulan sebelum kejadian itu. Dan otak pelakunya kita duga adalah orang sama yaitu Saudara Arjun,” jelas Ketua PWI Madina kepada wartawan, di Kantor PWI Madina.
Ridwan menegaskan, Arjun yang diduga otak pelaku penganiayaan ini kerap berulah dan mengancam jika wartawan memberitakan tambang emas ilegal yang dikelolanya. Bahkan sekitar bulan Januari 2022 lalu, Arjun pernah juga mengancam salah seorang wartawan dengan kata-kata tak sedap.
“Dua bulan sebelum kejadian penganiayaan terhadap Bang Jeffry, ada wartawan bernama Adi melapor ke kami pengurus PWI. Dia mengatakan diancam oleh saudara Arjun dengan kata-kata tak sedap jika terus memberitakan perihal tambang emas ilegal yang dikelolanya.
Namun, memang kita diamkan karena kejadian itu kita anggap tidak cukup bukti. Tapi setelah itu, ternyata Saudara Arjun terus juga menebar teror untuk wartawan yang memberitakan tambang emas ilegal,” ungkapnya.
Melihat kejadian yang menimpa anggotanya di PWI, Ridwan pun meminta dan berharap agar korban menolak pertemuan untuk upaya damai dalam peristiwa itu. Selain tidak ingin menambah beban traumatis bagi keluarga korban, Ridwan juga menilai jika Korban berdamai ditakutkan Marwah, martabat dan harga diri wartawan di Madina seolah-olah bisa dibayar dengan kata maaf.
“Mari kita liat cctv yang viral itu, jelas Bang Jeffry dipukuli membabi buta ditempat keramaian. Saya secara pribadi memang menyampaikan kepada Bang Jeffry jangan mau bertemu siapapun yang ingin mendamaikan. Kasihan nanti anak-anak Abang. Itu saya sampaikan, lebih baik Abang tolak, dan jika abang mau memaafkan itu hak Abang. Tapi untuk berdamai saya berharap abang bisa lihat kami. Itu saya sampaikan berulang kali dengan Bang Jeffry”.tandas Ridwan mengakhiri. (TIM)