Prioritas.co.id, Purwakarta – Beredar video asusila alias tak bermoral di medsos, baik twiter dan facebook, nampak sepasang pria dan perempuan mengenakan baju PNS, diduga pakaian dinas dengan logo dari Pemprov Jabar di lengan kirinya, nampak mereka berdua di dalam mobil sedang melakukan hubungan intim, dan di ketahui khalayak setelah di unggah pada 14 September 2019.
Kasus beredarnya postingan tersebut, ditangani kepolisian Polda Jabar dan berhasil mengungkap pelakunya, dan menentapkan satu orang tersangka dalam kasus foto dan video syur wanita berhijab berseragam PNS yang viral di media sosial.
Wadirkrimsus Polda Jabar, AKBP Hari Brata di Mapolda Jabar mengatakan, “RIA (31) kami tetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyebaran foto dan video syur tersebut,” ujarnya pada Jumat (20/09/2919)
Masih kata Heri, kedua pelaku berpropesi sama yaitu, sebagai guru yang masih bersetatus sebagau guru honorer, dan mengajar di salah satu SMK di Kabupaten Purwakarta, RJ guru mata pelajaran bahasa inggris sedangkan RIA guru mata pelajaran mesin otomotif.
“Inisial RIA adalah pria yang berada di video dan foto bersama wanita inisial RJ, sementara SJ masih berstatus saksi,” kata Heri.
Menurut pengakuan tersangka Video syur tersebut, kata Hari direkam oleh tersangka tanpa sepengetahuan RJ, lokasinya berada di halaman parkir minimarket wilayah Purwakarta.
Kedua pasangan selingkuh tersebut, masing masing sudah berkeluarga, adapun motif sipelaku menyebarkan video syur tersebut, lanjut Hari didasari rasa sakit hati RIA karena hubungan terlarangnya dengan RJ kandas. RIA berharap dengan tindakannya itu RJ kembali kepelukannya.
“Disebar ke forum group Facebook dengan alasan bahwa tersangka tidak rela ditinggalkan dan mengakhiri hubungannya, sehingga memotivasi tersangka untuk mengunggahnya,” terangnya.
Atas perbuatannya tersangka dikenakan 45 ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UU R1 No. 19 Tahun, 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Ancaman Hukuman penjara penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp2 miliar,” pungkas Hari. (Red/MH)