Pemkab Nagekeo Targetkan Angka Kemiskinan di Bawah 10℅, Bantuan RTLH Dialihkan ke Desa

0
361
Kepala Bapelitbagnda Kabupaten Nagekeo, NTT, Kasmir Dhoy, Photo dok: Istimewa.

Prioritas.co.id.Nagekeo – Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen mengentaskan angka kemiskinan ekstrem di wilayah itu. Tahun 2023, Pemkab Nagekeo menargetkan angka kemiskinan minimal di bawah 10 persen.

“Tahun depan target kita itu angka kemiskinan ekstrem minimal harus di bawah 10 angka persen” tegas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Nagekeo Kasmir Dhoy, Rabu 28 Desember 2022 di Mbay.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nagekeo mencatat tahun 2022, jumlah penduduk miskin di Nagekeo masih berada di kisaran angka 12, 05 persen dari total penduduk.

Presentase penduduk miskin (12, 05 persen) tersebut lebih tinggi dibandingkan presentase penduduk miskin di Provinsi NTT yakni 20,90 persen.

Kemudian jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Nagekeo per tahun 2022 menurun mencapai 18, 01 ribu jiwa atau 12, 05 persen. Sebelumnya di tahun 2021 angka kemiskinan mencapai 19,11 ribu jiwa atau 12,91 persen.

Profil kemiskinan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nagekeo pada periode itu tercatat menurun artinya, perkembangan penurunan tingkat kemiskinan selama satu tahun cukup baik.

Guna mencapai target di bawah 10 persen, Pemerintah kata Kasmir melakukan berbagai macam upaya salah satunya harmonisasi dan sinkronisasi alokasi anggaran antara APBD dan APBdes sehingga tidak terjadi tumpang tindih intervensi anggaran baik itu pembangunan fisik maupun non fisik.

Harmonisasi ini menurut Kasmir, bertujuan untuk menyelaraskan program pembangunan di Kabupaten Nagekeo yang mana sejalan dengan isi dan misi Bupati Nagekeo yang bermuara kepada pengentasan angka kemiskinan di Nagekeo.

“Ini bagaimana kita menciptakan spirit semesta perencanaan, spirit kolaborasi sesuai dengan slogan Too Jogho Waga Sama, jadi kita sinkron pada hal sama, isu yang sama yaitu kemiskinan” tegas Kasmir.

Terkait harmonisasi anggaran antara APBD dan APBDes, Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah tidak terjadi pendobelan alokasi anggaran baik yang bersifat bantuan sosial perorangan (Individual) maupun komunal.

Marianus mencontohi alokasi anggaran pembangunan sarana air bersih bagi masyarakat. Ada yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU) dan ada pula yang dianggarkan melalui Dana Desa. Dalam konteks pembangunan sarana air bersih antara Pemerintah pusat, daerah dan Desa berbagi peran.

“Komitmen Pemerintah soal air bersih ini harus tuntas. Misalkan dari DAK kan mereka dari hulu sampai ke hilir. Nah kita melalui APBD ll kita hanya dari sumber sampai di bak umum, dari bak umum ke rumah rumah itu menjadi tanggungjawab Desa” ungkap Marianus.

Selain alokasi anggaran air bersih, ada juga program kegiatan lain baik itu fisik maupun pemberdayaan, yang bisa dibagi peran antara Pemkab dan Desa.

Marianus menjelaskan, sebum penetapan APBDES, alokasi anggaran dari APBD ll yang dialokasikan melalui dinas Kemakmuran seperti, Dinas Pertanian, Dinas Pangan, Dinas Koperindag, Dinas Peternakan menyampaikan program mereka yang mana program tersebut tidak lagi dianggarkan melalui Dana Desa.

“Ketika sudah dianggarkan melalui Dinas Kemakmuran jangan lagi Desa mengalokasikan anggaran yang sama, itu yang terjadi selama ini, terjadi tumpang tindih, tidak harmonisasi antara APBD dan DD” ungkap Marianus.

Bantuan RTLH Dialihkan ke Desa

Salah satu indikator kemiskinan adalah kondisi rumah tidak layak huni (RTLH).
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo, Pemerintahan menargetkan bantuan kurang lebih 10.000 ribu unit rumah bagi masyarakat.

Untuk memastikan bantuan tersebut tepat sasaran, mulai tahun depan Pemerintah Kabupaten mengubah skema bantuan RTLH. Jika sebelumnya dialokasikan melalui DPA Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman, kini dianggarkan langsung ke Desa melalui Kecamatan.

“Untuk bantuan perumahan tahun 2023 kita anggarkan melalui Kecamatan kemudian dimusyawarahkan bersama desa di Kecamatan untuk diteruskan ke desa masing-masing” ungkapnya.

Menurut Kasmir, dengan anggaran tahun 2023 kurang lebih Rp. 12 Miliar yang langsung ditangani oleh Pemerintah Desa maka bisa dipastikan semua Desa yang ada di wilayah Kabupaten Nagekeo akan mendapatkan alokasi bantuan RTLH.

Kasmir menjelaskan bahwa, batuan perumahan yang akan diberikan kepada masyarakat nantinya merujuk daripada data Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang selanjutnya oleh Dinas Sosial dimutakhir menjadi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Selain itu Pemkab juga akan menggunakan data dari Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai referensi penetapan sasaran bagi program penghapusan kemiskinan ekstrem yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Selanjutnya, Kasmir mengatakan, dalam menentukan sasaran penerima bantuan, Pemerintah Desa diharapkan lebih obyektif, sebab, Pemerintah lebih menitikberatkan pada data DTKS yang mana penerima manfaat benar-benar berasal dari keluarga miskin yang layak dibantu.

Lebih lanjut Kasmir menjelaskan, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman fokus kepada bagaimana pembangunan Perumahan dalam kawasan. Saat ini tengah dilakukan studi kawasan pemukiman yang mana dibagi menjadi beberapa kategori seperti kawasan paling kumuh dan peningkatan kawasan kumuh. Dari hasil studi, menghasilkan rekomendasi penataan kawasan.

“Sebenarnya mereka (Dinas Perumahan) tidak hanya mengandalkan dana belanja Pemerintah, akan tetapi bisa juga dengan pihak swasta maupun developer” ungkap Kasmir.

Apresiasi Pemerintah Desa

Kebijakan mengalihkan anggaran dari Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman langsung ke desa ini diapresiasi oleh pihak Pemerintah Desa. Beberapa Kepala Desa dan Sekretaris Desa menyambut baik rencana pengalihan tersebut.

“Lebih bagus kalau begini, ini yang saya mau usulkan sebentar, masa tahun ini di desa saya satupun tidak ada yang dapat padahal banyak yang membutuhkan bantuan” ungkap Kepala Desa Utetoto, Kecamatan Nangaroro, Ignasius Dita di sela kegiatan rapat Koordinasi desa Layak Anak di Aula Setda Nagekeo pada Rabu 27/12.

Berdasarkan data yang dihimpun, sedikitnya 39 Kepala Keluarga (KK) di Desa Utetoto yang membutuhkan uluran tangan Pemerintah terkait dana bantuan perumahan tidak layak huni.

Selaku Kepala Desa, Ia mengaku sudah beberapa kali mengajukan permohonan ke Dinas Perumahan berkaitan dengan persoalan Perumahan akan tetapi sayangnya, tidak diakomodir. Salah satu alasan menurut Ignas adalah, nama-nama yang diusulkan itu berdasarkan hasil reses Anggota DPRD yang kemudian menjadi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir).

“Mungkin di tidak ada anggota Dewan dari Utetoto makanya satupun tidak ada yang dapat” ungkap Dia.

Sekretaris Desa Wajomara, Kecamatan Aesesa Selatan Will Lakimara menyampaikan hal yang sama. Will menyayangkan intervensi anggaran bantuan perumahan selama ini dinilai tidak proporsional, sebab ada desa yang masyarakatnya tersentuh bantuan dan sebaliknya malah ada juga yang sama sekali tidak mendapatkan alokasi anggaran.

“Saya pernah malam-malam dampingi pegawai perumahan pergi foto-foto rumah warga, ambil data masyarakat miskin, tapi giliran ada anggaran tidak ada satupun yang terealisasi” bebernya.

Menurut Dia, apabila tidak langsung ditangani oleh Pemerintah Desa, bantuan tersebut berpotensi tidak tepat sasaran.

Kritisi Reses DPRD

Berbeda dengan Ignas dan Will yang menyampaikan keprihatinan soal sasaran pemerataan intervensi bantuan, Sekretaris Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, Ronald Rabu lebih menyoroti terkait sasaran penerima manfaat hasil daripada pokir DPRD berdasarkan hasil reses.

Ronald melihat, hasil Reses yang kemudian menghasilkan nama penerima bantuan tidak obyektif, sebab ada yang lebih layak mendapatkan bantuan justeru tidak diakomodir.
Karena itu Ronald menilai, Reses anggota DPRD Nagekeo tidak menjawabi kebutuhan masyarakat terkait pengentasan kemiskinan.

“Reses ini kan menggali persoalan, kan masalah di masyarakat ini bukan cuma perumahan. Kalau mau gali persoalan alangkah baik yang berkaitan dengan kemaslahatan hidup banyak orang” tandas Ronald.

Di sisi lain, penentuan nama penerima bantuan yang terkesan tidak obyektif berpotensi menimbulkan konflik sosial tengah masyarakat yang dilatari saling cemburu antara satu sama lain. “Toh nanti timbul persoalan di masyarakat ujung-ujungnya kami di desa yang mengurusi itu” katanya. (Arjuna)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here