Paham Status Tanah, Asyana Adik Syahrani Minta Pembangunan Jembatan Way Pring Diteruskan

0
1934
Asyana (Berkacamata dan Jilbab Biru) Saat Berada di Polda Lampung, Sabtu (28/7/19).

Prioritas.co.id, Tanggamus – Puluhan warga yang berasal dari Pekon Banjar Negeri, Kecamatan Gunung Alip dan Pekon Way Pring Kec. Pugung Kabupaten Tanggamus mendatangi Polda Lampung, kemarin Sabtu (27/7/19).

Kedatangan mereka ke Polda Lampung diterima bagian SPKT Polda Lampung. Lantas pertemuan itu berisi penyampaian aspirasi berupa keluh kesah warga atas penghentian pembangunan jembatan Way Pring II.

Sebab jembatan itu jadi salah satu yang mereka idam-idamkan selama ini. Sayang kini dihentikan oleh pihak Syahrani. Alasannya bagian jembatan berdiri di atas tanah miliknya. Dan Dinas PUPR Tanggamus tidak ganti rugi, maka disebutnya sebagai penyerobotan lahan.

Warga Way Pring dan sekitarnya berharap supaya pembangunan jembatan tetap diteruskan. Sebab itu sangat dibutuhkan warga Pekon Way Pring yang lokasinya ada di pedalaman.

Permintaan kelanjutan pembangunan bukan asal meminta saja. Namun ada dasar kuat dari warga yang dipimpin Dalom Peno asal Pekon Banjar Negeri, dan Sahri Hafizun asal Pekon Way Pring tersebut.

Dasar itu berupa penjelasan status tanah yang tepinya dibangun jembatan. Dan itu dijelaskan Asyana, nenek berusia 60 tahun. Kehadiran Asyana dan seorang nenek lainnya lagi jadi hal unik saat pertemuan itu. Sebab sebagian besar yang datang adalah pria dengan usia belum terlalu tua.

Asyana adalah saksi sejarah yang tahu betul lahan yang kini dimiliki Syahrani. Sebab ayahnya adalah pemilik lahan terdahulu sebelum dimiliki Syahrani sekarang. Bahkan sebenarnya Syahrani adalah saudara angkat Asyana yang sejak kecil dipanggilnya abang.

“Saya dan Syahrani sudah bersaudara sejak kecil, sebab Syahrani juga menjadi bagian dari anak ayah saya. Dan saya tegaskan bahwa saya tidak mau menyalahkan siapapun, baik A, B maupun C. Hanya menceritakan apa adanya, bahwa betul itu tanah milik Abdul Khalik yang dijual kepada Syahrani yang juga anaknya sendiri,” bebernya Asyana melalui sambungan telfon, Sabtu (27/7/19) malam.

Asyana menjelaskan, dulu sebelum ayahnya menjual lahan sawah kepada Syahrani. Dia dan keluarganya telah menghibahkan untuk jalan secara lisan yang diklaim Syahrani sebagai tanahnya. Maka keberadaan jalan itu sudah ada sebelum Syahrani memilikinya.

“Iya betul dihibahkan untuk jalan, namun secara lisan, karena jaman dulu enggak ada pake-pake seperti itu,” jelas Asyana.

Berpuluh Tahun Badan Jalan Sebelum Dibangun Jembatan Way Pring 2.

Ia mengatakan, datang bersama warga berniat meluruskan permasalahan, serta mendorong pembangunan jembatan cepat selesai. Namun seadainya itu tersangkut, Asyana bisa menulusuri siapa yang menahan, siapa yang tidak mau dipertemukan, siapa yang tidak mau bermusyawarah.

Maka keterangan Asyana itulah jadi dasar kuat warga Way Pring minta pembangunan jembatan dilanjutkan. Sebab jembatan itu ada di ujung jalan yang nanti jadi sambungan untuk jalur ke Way Pring.

Untuk itu Asyana tetap meminta supaya pembangunan diteruskan, sebab ayahnya tidak menjual jalan, hanya menjual sawah. Sehingga warga tidak tersendat, baik yang mau ke Way Pring juga anak-anak yang mau sekolah.

“Kami menjual sawah tidak menjual jalan, sebab jalan itu tembus ke Gisting, Kecamatan Pugung. Sawah dari buyut saya karena itu tumpah darah kami. Saya sedih kalo liat seperti itu, karena saya lahir di situ besar di situ, jadi jembatan itu harus dituntaskan dan dibereskan,” pungkasnya.

Terpisah, koordinator massa asal Pekon Way Pring Sahri Hafizun mengatakan benar mereka datang ke Polda Lampung. Mereka berangkat ke Polda dengan iuran bersama untuk membeli bahan bakar kendaraan.

“Untuk mobil mereka iuran beli minyaknya, makanan bawa bekal masing-masing. Mereka murni tanpa bayaran demi ingin dilanjutkannya pembangunan jembatan itu,” beber Sahri Hafizun.

Ia mengaku, tujuannya mereka ke Polda Lampung untuk minta supaya pembangunan jembatan Way Pring II dilanjutkan. Maka pengorbanan iuran beli bahan bakar dan bekal makanan iklas diberikan demi angan-angan sebuah jembatan penghubung pekon.

Ia juga berharap pemangku kepentingan dan pihak terkait dapat mempertimbangkan kemaslahatan warga sebagai pengguna jembatan nantinya, yakni warga Way Pring atau masyarakat umum lainnya.

“Mohon pertimbangkan para pejuang yang dilaporkan ke Polda, seperti Bupati, Dinas PU, Camat dan mantan Kakon. Mereka pejuang masyarakat. Harapannya laporan dapat dipertimbangkan, kalau bisa dibatalkan,” kata dia.

Sebab, pelaporan terhadap mereka tidak tepat sebab selama ini sudah berjasa bagi warga Way Pring untuk merealisasikan jembatan. Setelah itu mulai terwujud justru disalahkan dan dilaporkan melanggar hukum.

“Padahal tidak ada pelanggaran yang mereka perbuat. Keputusan realisasi pembangunan jembatan sudah didasari alasan kuat. Di dalamnya memasukan unsur sejarah lahan dan sejarah jalan yang kini ujungnya disambungkan jembatan,” tandasnya. (Rusdi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here