Prioritas.co.id, Tanjungpinang – In’t heden light’ verleden, In’t nu wat komenzal (keadaan hari ini adalah akibat perkembangan masa lalu dan apa yang kita lakukan saat ini akan menentukan masa depan).
Lewat ungkapan pepatah belanda tersebut perlu kita renungi secara bersama bahwa, ketika kita melakukan perbuatan hari ini maka akibatnya jika tidak menerima pada saat itu juga bisa jadi dikemudian hari akan menerima dampaknya.
Dua Pejabat di kota Tanjungpinang, dilaporkan masyarakat kepada Kepolisian resort Tanjungpinang atas dugaan tindak pidana pemalsuan gelar dan pemalsuan ijazah.
Hingga saat ini kedua kasus tersebut masih ditindaklanjuti oleh kepolisian, memasuki Tahap proses Penyidikan.
Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media bahwa pasal yang disangkakan pada kedua kasus tersebut menggunakan Undang-Undang (UU) Tunggal yaitu, Pasal 21 ayat 4 Junto Pasal 68 ayat 3 dan Pasal 68 ayat 2 undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tanpa mengurangi pengakuan Atas Asas Praduga Tidak Bersalah kepada Terlapor, tulisan ini hanya mengulas pasal-pasal Pemalsuan gelar dan Pemalsuan Ijazah yang disangkakan pihak kepolisian kepada 2 Pejabat beserta Hukum Formilnya.
Pemalsuan Ijazah dan Pemalsuan Gelar merupakan suatu perbuatan yang berbeda, perbedaanya pada intinya adalah terkait yang menerbitkannya.
Jika Ijazah Palsu yang menerbitkannya mengatasnamakan suatu Intansi Perguruan Tinggi sedangkan Pemalsuan Gelar bisa dilakukan secara perorangan dengan menggunakan jenis gelar bukan pada haknya.
Pemalsuan Ijazah Menurut doktrin, Salah satu tindak pidana pemalsuan surat yaitu tindak pidana pemalsuan ijazah.
Ijazah dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pidana pemalsuan surat (Eka Ardhiyanto 2015) definisi Ijazah merupakan suatu dokumen yang berfungsi sebagai alat bukti otentik bahwa, seseorang telah menjalani tahap pendidikan secara formal serta berhasil lulus dalam ujian.
Dalam pengertian Hukum, Ijazah berdasarkan Pasal 61 ayat (2) undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai salah satu bentuk sertifikat yang diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan.
Setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Penyalahgunaan Ijazah dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu pelanggaran nilai-nilai yang terdapat dalam dunia pendidikan.
Apabila ingin mendapatkan gelar ataupun kedudukan, harus melalui prosedur yang sah atau sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tidak dengan cara mengambil jalan yang cepat dengan memalsukan suatu ijazah untuk mendapatkan gelar.
Seperti contoh kasus mantan anggota DPRD Edi Sukamanto, SE menggunkan ijazah palsu untuk pemilihan umum legislatif, kabupaten LubukLinggau Sumatera Selatan periode 2014-2019 yang telah divonis bersalah oleh pengadilan dengan nomor Putusan 196/K/Pid.sus/2016.
Terkait tindak pidana Pemalsuan Ijazah, sejatinya bukan hanya dikenakan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioal melainkan dapat juga dikenakan dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.
Kendatipun UU No, 20/2003 adalah Lex Spesialis dari Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) namun. Penyidik perlu mencermati bahwa dalam Proses pembuatan Ijazah Palsu memerlukan surat-surat pendukung adminsitrasi untuk mengeluarkan Ijazah yang bersangkutan, sudah barang tentu ada surat-surat palsu yang digunakan sebagai bagian dari administarasi untuk memperoleh Ijazah.
Oleh karena itu, dalam hal tindak pidana pemalsuan ijazah sesungguhnya pelakunya bukanlah tunggal, melainkan lebih dari satu.
Penyidik dapat melakukan pengembangan untuk menentukan terkait siapa-siapa saja yang terlibat terkait Pemalsuan Ijazah, apakah ada unsur oknum Perguraan Tinggi tempat ijazah itu diterbitkan atau unsur lainnya untuk bisa menentukan Plegen (Pelaku), Doenplegen (Menyuruh melakukan), Medeplegen(Turut Serta Melakukan, dan terakhir Uitlokking (Menganjurkan).
Pemalsuan Gelar:
Pemalsuan Gelar pada hakikatnya mencantumkan gelar di nama seseorang yang tidak seharusnya atau bukan suatu yang berhak menurut hukum, Pemalsuan gelar sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang sistem pendidikan nasional 20/2003 Pasal 21 ayat 4 Junto Pasal 68 ayat 3 “ setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi, yang bersangkutan dipidana penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta.
Kendatipun uu sistem pendidikan nasional telah mengatur ancaman pidana. Namun, sejatinya jika kita melihat kembali hakikat Gelar merupakan domain hukum dalam wilayah undang-undang no 12 tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, dalam UU Aquo bahwa diatur terkait penggunaan gelar yang tidak berhak dalam Pasal 28 ayat 7.
“Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi dan atau gelar profesi Junto Pasal 93 Perseorangan, organisasi atau penyelenggara pendidikan tinggi yang melanggar pasal 28 ayat (6) atau ayat (7) dipidana dengan Penjara paling lama 10 tahun dan atau pidana denda 1Miliar.
Tegasnya persangkaan pasal yang dikenakan oleh penyidik Kepolisian perlu menjunto kan lagi dengan undang-undang Perguruan Tingi in Casu quo agar lebih memberikan kepastian hukum dalam perkara tindak pidana pemalsuan gelar.
Hukum Formil:
Bahwa kita ketahui proses hukum pejabat yang bersangkutan masih di tahap Penyidikan dan penyidikpun belum menentukan siapa tersangkannya.
Kendatipun Proses Penyidikan juga melibatkan Kejaksaan (Penuntut umum) sebagaimana yang telah ditentukan oleh Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 109.
Namun penyidik belum menentukan status terlapor.
Dalam Hukum pidana formil atau biasa disebut sebagai hukum pengatur cara pelaksanaan proses hukum, in casu quo bahwa, dalam Peraturan Kapolri No 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Pasal 31 ayat (2) Batas Waktu Penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Meliputi;
a) 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit
b) 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
c) 60 hari untuk penyidikan perkara sedang
d) 30 hari untuk penyidikan perkara mudah
Tegasnya dapat dikatakan bahwa proses hukum terkait perkara 2 oknum pejabat tanjupinang bukanlah memasuki kategori perkara yang mudah, mengingat sudah hampir satu bulan penyidik belum menentukan sikap terkait status dari perkara tersebut.
Oleh karena itu Polri sebagai penjaga pintu dalam sistem peradilan pidana dan salah satu unsur penegak hukum yang berdiri di baris depan dalam menegakkan hukum dan keadilan. Tidak dipungkiri lagi perlu perlu dukungan masyarakat dalam membantu upaya-upaya yang telah dilakukan polisi dalam memberantas tindak pidana pemalsuan ijazah maupun gelar palsu di Tanjungpinang karena tugas penegakan hukum tidak hanya dititipkan kepada pundak polisi melainkan tugas penegakan hukum merupakan tugas setiap subjek hukum dalam masyarakat, agar nilai-nilai yang terdapat dalam dunia pendidikan dapat dijaga dan di implementesikan dengan baik, dan tidak jauh panggang dari api.
(oleh:Suherman.SH)
Aktivis Penegakan Hukum & Hak Asasi Manusia Kepri