Mantan Dirut PT Antam Resmi Ditahan Kejaksaan Agung

0
174

Prioritas.co.id.Jakarta – Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung resmi melakukan penahanan terhadap empat dari enam tersangka dugaan korupsi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara di Sorolangun, Jambi yang melibatkan PT Aneka Tambang (Antam).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer mengatakan, mereka yang resmi ditahan yakni AL, HW, dan BM, serta MH.

Saksi yang diperiksa yaitu AL selaku Direktur Utama PT. Antam, Tbk periode 2008-2013. HW selaku Direktur Operasional PT. Antam, Tbk. BM selaku Mantan Direktur Utama PT. ICR tahun 2008 s/d 2014. MH selaku Komisaris PT. Tamarona Mas Internasional periode 2009 s/d sekarang. BT selaku Karyawan PT. Antam, Tbk. dan DM selaku SM Legal PT. Antam, Tbk tahun 2007 s/d 2019.

Keenam orang tersebut diperiksa terkait mekanisme/Standard Operating Procedure (SOP) akuisisi PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT. Indonesia Coal Resources (ICR). Setelah selesai pemeriksaan, 4 (empat) dari 6 (enam) orang yang diperiksa (yang juga berstatus sebagai Tersangka dalam perkara ini), dilakukan penahanan Rumah Tahanan Negara untuk waktu 20 (dua puluh) terhitung 02 Juni 2021 s/d 21 Juni 2021.

Yaitu AL, HW, BM dan MH, sementara tersangka BM dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan 3 (tiga) orang lainnya yaitu Tersangka AL, Tersangka HW, Tersangka MH dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini telah ditetapkan 6 (enam) orang Tersangka, terhadap 2 (dua) orang Tersangka yang belum hadir yaitu Tersangka AT selaku Direktur Operasional PT. ICR dan Tersangka MT selaku Direktur PT. CTSP (pihak penjual).

“Seyogyanya turut diperiksa pada hari ini, namun karena berhalangan hadir dengan alasan sakit, pemeriksaan kepada yang bersangkutan akan dilanjutkan pada minggu depan,” jelasnya.

Duduk perkara atau kasus posisi tindak pidana yang disangkakan adalah sebagai berikut, bahwa Tersangka BM selaku Direktur Utama PT. ICR periode tahun 2008 s/d 2014 melakukan akuisisi PT. TMI yang memiliki Ijin Usaha Pertambangan Batubara di Kecamatan Mandiangin Kabupaten Sarolangun dalam rangka mengejar ekspansi akhir tahun PT. ICR.
Setelah mendapat hasil laporan site visite dari Saksi A, Tersangka BM melakukan pertemuan dengan Tersangka MT selaku penjual (kontraktor batubara) pada tanggal 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp. 92.500.000.000 (sembilan puluh dua milyar lima ratus juta rupiah) padahal belum dilakukan due dilligence.

Pada 19 November 2010 di Jakarta dilaksanakan MOU antara PT. ICR-PT. CTSP-PT.TMI-PT. RGSR dalam rangka akuisisi saham PT. CTSP yang memiliki IUP dengan luas lahan 400 hektare. Karena PT. ICR tidak memiliki dana untuk akuisisi PT. CTSP, Saksi AA yang menjabat selaku Komisaris Utama PT. ICR meminta penambahan modal kepada PT. Antam, Tbk sebesar Rp. 150.000.000.000 (seratus lima puluh milyar rupiah).

Setelah dilakukan Kajian Internal oleh PT. Antam, Tbk yang dikoordinir oleh Tersangka HW, Tersangka AL melalui Keputusan Direksi PT. Antam Tbk Tentang Persetujuan Atas Permohonan Penambahan Modal kepada PT. ICR tanggal 04 Januari 2011 dengan dasar Nota Dinas SM Corporate Strategic Development Nomor 515.a/CS/831/2010 tanggal 31 Desember 2010, Direksi PT. Antam (Persero), Tbk menyetujui untuk dilakukannya penambahan modal disetor kepada PT. ICR sebesar Rp. 121.975.600.00 (seratus dua puluh satu milyar sembilan ratus tujuh puluh lima juta enam ratus ribu rupiah) untuk mengakuisisi 100% saham PT. CTSP yang mempunyai aset batubara di Sarolangun Provinsi Jambi.

Dengan tidak dilakukannya Kajian Internal oleh PT. Antam, Tbk secara komprehensif, ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangun No.32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. TMI (KW.97 KP.211210) tanggal 22 Desember 2010 diduga fiktif, karena pada kenyataannya pada lahan 201 Ha ijin usaha pertambangan masih eksplorasi. Due dilligence pada lahan 199 hektare yang memiliki IUP OP hanya dilakukan terhadap lahan 30 hektare (tidak komprehensif).

Bahwa Tersangka BM dan Tersangka ATY tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi. Setelah dilakukan perjanjian jual beli saham pada tanggal 12 Januari 2011, Tersangka MH mendapat pembayaran sebesar Rp. 35.000.000.000 (tiga puluh lima milyar rupiah), dan Tersangka MT mendapatkan pembayaran Rp. 56.500.000.000 (lima puluh enam milyar lima ratus juta rupiah).

Perbuatan Tersangka BM bersama-sama dengan Tersangka ATY, Saksi AA, Tersangka HW, Tersangka MH, dan Tersangka MT tersebut telah sebagaimana hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Pupung Heru merugikan keuangan negara sebesar Rp. 92.500.000.000 (sembilan puluh dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal sangkaan yang diterapkan terhadap Tersangka yakni :
Primair : Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penanganan perkara ini merupakan program prioritas Jaksa Agung RI tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus.

Sebelum dilakukan penahanan, para Tersangka telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen serta dinyatakan sehat. (Dewi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here