Tanjungpinang,Prioritas.co.id – Saat ini jembatan Utama menuju Pulau Dompak sedang bersolek. Hanya saja penggunaan motif dan ornamen yang digunakan dipertanyakan para pengiat adat budaya Melayu Kepri. Menurut Raja Faisal, sebuah ornamen mestinya didasarkan pada motif pola dan fungsi.
“Motif yang dipakai dalam pembuatan ornamen bisa berasal dari geometris, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, kosmos bentukan alam atau kreasi. Namun kami melihat ada yang ganjil dengan ornamen yang digunakan di jembatam I Dompak,” sebutnya.
Kata Raja Faizal, fungsi dan makna ornamen itu harus didasarkan filisopi alamiah sebagai perwujudaan ciptaan Yang Maha Esa dan sebagai pembelajaran yang melahirkan adat dan tradisi masyarakat.
“Kami melihat, ornamen jembatan 1 Dompak dari sisi tempat pembatas atau pagar antara jalan utama dengan penestarian menggunakan motif tumbuh-tumbuhan yang digunakan. Motif mirip dengan pucuk rebong. Tetapi kenapa peletakan gambar ornamen tersebut terbalik? Filosopi tumbuhan itu mestinya tetap keatas sesuai kodrat alamiah tumbuh-tumbuan,” terangnya.
Menurutnya, ukiran ornamen melayu pucok rebung biasanya dimaknai lambang kesuburan dan kehati-hatian di jalan. “Contohnya tumbuh dari bumi ke langit. Jangan malah dipijak karena tajam dan miang. Itu simbol hati-hati menurut ahli ornamen raja merdai,” katanya.
Kalaupun motif yang digunakan adalah lebah bergayut, sambung Raja Faisal, tentu juga tidak sesuai penempatannya. Lebah bersarang di tempat yang tinggi tida di pembatas atau pagar.
“Letakkanlah kaedah fungsi dan makna pada tempatnya sesuai tunjuk ajar filosopi Melayu yang berbunyi adat bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah dan alam adalah fenomena Yang Maha Esa di dalam kehidupan kita,” terangnya.
Karena kontroversi ornamen jembatan Utama Dompak itu, membuat Lembaga Adan Melayu (LAM) mengundang alinasi untuk membahas fenomena ornamen tersebut bersama Dinas Kebudayaan dan PUPR Provinsi Kepri pada Senin, 25 November 2021.
“Jadilah tuan di negeri sendiri dan tetap berpegang pada adat dan tradisi. Kalau tidak kita siapa lagi,” kata tokoh pengiat adat budaya melayu Kepulauan Riau ini. (*)