Prioritas.co.id.Tanjungpinang – Lembaga Swadaya Masyarakat Investigation Corruption Transparan Independen Non Government Organization (ICTI-Ngo) Kepulauan Riau (Kepri), menyoroti sejumlah persoalan pembebasan lahan jembatan Batam-Bintan, di Kabupaten Bintan, Rabu (02/02/2022)
“Sejak awal proses rencana pembebasan lahan rencana pembangunan jembatan Batam-Bintan telah kami amati. Ada sejumlah persoalan yang terjadi dalam proses pembebasan lahan tersebut, di antaranya selisih harga hingga tertutupnya nilai kontrak antara DPUPR dengan Appraisal,” ungkap Ketua LSM ICTI-Ngo Kepri, Kuncus.
Ia menambahkan, selisih harga atas obyek tanah yang dibebaskan oleh Provinsi Kepri malalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) sangat tidak wajar.
“Ada beberapa obyek tanah yang selisihnya lebih dari 100 persen, yakni obyek 45 dan 53. Padahal tanah tersebut sama-sama menghadap jalan,” beber Kuncus.
Anehnya, pada persidangan antara warga melawan PUPR di Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada Senin (31/01), justru bertolak belakang dengan fakta yang ada, di mana tim Appraisial menyebutkan bahwa selisih harga pembebasan lahan terkait rencana pembangunan jembatan Batam-Bintan yang berada di Bintan, hanya 2,5 persen. Padahal dalam kenyataannya selisihnya justru lebih dari 100 persen.
“Coba lihat dokumen pembayaran ganti rugi, terlebih nomor 45 dan 53. Itu selisihnya lebih dari 100 persen,” sebut Kuncus lagi.
Selain itu Kuncus juga mempertanyakan nilai kontarak antara tim Appraisial dengan DPUPR yang disebutnya tidak transparan.
“Mereka turun dalam menghitung nilai kewajaran itu empat belas hari. Hitung saja berapa biaya kontraknya, publik tentu tidak mengetahuinya,” ucapnya.
Kuncus menengarai, dalam proses pembebasan lahan rencana pembangunan jembatan Babin, penuh dengan intrik. Hal tersebut tampak dari sejumlah fakta persidangan antara warga dengan PUPR.
“Legalitas salah satu tim Appraisial yang tidak bisa menunjukkan izin dan kartu anggotanya sebagai tim Appraisial juga dipertanyakan,” cetusnya. (Tim/Red)