
Bintan.Prioritas.co.id – Meski memiliki surat keterangan atau bukti kepemilikan tanah sejak tahun 1996 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Toapaya, Kecamatan Toapaya, salah satu warga Kabupaten Bintan ddiduga menjadi korban mafia tanah.
Bagaimana tidak, ME yang beralamat di Desa Toapaya ini kaget bahwa tanah yang ia peroleh dari orang tuanya sejak tahun 1996 itu telah terbit sertifikat atas nama orang lain.
Usut punya usut, penerbitan sertifikat diatas lahan 18 Ha itu diduga melibatkan oknum perangkat Desa, sebab diatas objek tanah itu, pemerintah Desa Toapaya menerbitkan Alas Hak atau Surat Keterangan pada tahun 2008. Dari Alas Hak tahun 2008 itu, kemudian dikeluarkan surat keterangan ganti rugi dan penguasaan tanah pada tahun 2016 oleh pemerintah Desa Toapaya Selatan. Walaupun pada tahun 2011, SKT tahun 2008 dan Tahun 2009 telah dibatalkan.
Berdasarkan dokumen yang dimiliki media ini, terbitnya surat keterangan ganti rugi penguasaan tanah pada Tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Toapaya Selatan menjadi janggal, sebab tanggal registrasi penerbitan tersebut diterbitkan pada hari minggu.
Kejanggalan tersebut mengindikasikan adanya dugaan permainan oknum pemerintah Desa. Dari surat keterangan ganti rugi pengusaha lahan yang dikeluarkan pada tahun 2016 itulah terbit sertifikat, kendati diatas lahan tersebut telah memiliki Alas Hak yang dikeluarkan oleh pemerintah Desa pada tahun 1996.
Kepala Desa Toapaya yang menjabat pada tahun 1996 membenarkan jika dokumen Alas Hak yang dimiliki ME, merupakan produk yang diterbitkan pihaknya pada masa itu.
Selain memiliki Surat Keterangan pada tahun 1996, pemegang Hak tanah tersebut juga telah menguasai objek tanah sekitar 20 tahun yang lalu, namun tiba-tiba muncul sertifikat.
“Saya memiliki surat keterangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Desa Toapaya tahun 1996. Disamping itu, saya bersama keluarga telah melakukan aktifitas perkebunan dilahan itu hampir 20 tahun, “ujar ME kepada media ini.
Pemerintah Desa Toapaya Selatan membenarkan jika Surat Alas Hak tahun 1996 dipegang oleh Meyendi, namun telah pernah di mempermasalahkan karena tumpang tindih.
“Diatas lahan tersebut telah ada pihak lain yang menguasai ataupun yang menggarap, dasarnya adalah Alas Hak tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Toapaya Selatan,”kata Kasi Pemerintahan Desa Toapaya Selatan, Widodo.
Menurutnya, semula pemegang Alas Hak tahun 1996 yang dimiliki Meyendi pernah mengklaim lahan objek lahan yang memiliki Alashak tahun 2008.
“Sebenarnya Meyendi pernah mengklaim bahwa tanah disitu, akan tetapi diatas lahan itu telah digarap sekelompok warga. Sehingga bergeser dari semula titik A, menuju titik B,”ujar Widodo.
Widodo mengklaim, bahwa Meyendi pada saat itu tidak mengetahui persis lokasi lahan, dikarenakan pada saat itu masih berumur 12 tahun.
Namun disinggung mengenai terbitnya Alas Hak tahun 2008 diduga diatas Alas Hak 1996, Widodo tidak bisa memastikan. Hal di disebabkan tidak ada tanda-tanda alam yang bisa memastikan objek tanah tersebut.
“Saya tidak memastikan itu. Sebab tidak diketahui pasti dimana objek tanah dengan Alas Hak tahun 1996 tersebut,”ujarnya.
Terkait adanya pengakuan dari Kepala Desa Toapaya (sebelum pemekaran ke Desa Toapaya Selatan red), Widodo enggan menanggapi.
SKGR Tahun 2016 Terbit di Hari Minggu Indikasi Adanya Persoalan.
Pemerintah Desa Toapaya Selatan yang dikonfirmasi membenarkan jika pihaknya
menerbitkan Surat Keterangan Ganti Rugi Pengusaha Lahan yang dikeluarkan pada tahun 2016 itu. Dasar penerbitan SKGR tersebut berdasarkan Alas Hak tahun 2008.
“Betul, bahwa kami telah mengeluarkannya surat keterangan ganti rugi tahun 2016 itu. Dasar dikeluarkan surat itu, berdasarkan Alas Hak tahun 2008,”kata Kasi Pemerintah Desa Toapaya Selatan, Widodo saat dikonfirmasi media ini, Rabu (12/03).
Disinggung mengenai prosedur penerbitan SKGR dihari libur, Widodo menegaskan bahwa proses penerbitan harus dilakukan pada saat hari kerja.
“Tidak dibenarkan. (Penerbitan dihari libur red),’tegasnya.
Namun faktanya, SKGR tahun 2016 tersebut dikeluarkan pada hari Minggu. Hal tersebut berdasarkan tanggal registrasi pada SKGR tersebut.
“Masa iya hari minggu. Nanti saya cek dulu. Jika memang hari Minggu, mungkin pada saat proses penginputan ada kesalahan di pihak kami dalam melihat tanggalnya,”ujar Widodo ketika ditanya mengenai Penertiban SKGR tahun 2016 tersebut teregister pada hari Minggu.
Kejanggalan lainnya yakni pada Alas Hak yang dikeluarkan pada tahun 2008. Dimana berdasarkan dokumen yang diperolehnya media ini, Alas Hak tersebut telah dibatalkan pada tanggal 27 Oktober 2011 dengan nomor registrasi SKPPT nomor 100/SKT/DTS/XII/2008 hingga nomor : 244/SKT/DTS/XII/2008 sebanyak 145 Persil
Nomor registrasi 036/SKT/DTS/XII/2009 sampai nomor registrasi 408/SKT/DTS/XII/2009 sebanyak 372 Persil dengan total keseluruhan SKT yang dibatalkan sebanyak 516 Persil.
Suar berita acara pembatalan tersebut ditandatangani oleh Ex Camat Toapaya atas nama Deki Iskandar Dinata dan Kepala Desa Toapaya Selatan atas nama Suhenda, Taufik Rohman Ketua RT 014, Tugino Ketua RW 05.
Pembatalan tersebut dikarenakan objek lahan tersebut masuk dalam penguasaan PT. Agro Selaras Bumi Lestari.
SKT yang telah dibatalkan itu justru diterbitkan kembali oleh Pemerintah Desa Toapaya Selatan.
Menurut Kasi Pemerintahan Desa Toapaya Selatan, Alasan penerbitan kembali SKT tersebut dikarenakan yang menandatangani adalah mantan Camat Toapaya Selatan, walaupun dalam berita acara tersebut pernyataan Pembatalan itu dibuat bersama Kepala Desa Toapaya maupun RT dan RW.
Awak media ini masih berupaya melakukan upaya konfirmasi kepada pihak-pihak terkait atas perosoalan tersebut. (Eb)