Prioritas.co.id Jakarta – RA, mantan pegawai kontrak di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) berencana mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal itu guna mencabut Keppres Nomor 12 tahun 2019 tentang pemberhentian dengan hormat SAB sebagai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan per 17 Januari 2019.
Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar mengatakan, dengan pemberhentian SAB membuat tim panel untuk menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual. Sebab, dia menyebut dengan diberhentikannya SAB, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak bisa melanjutkan pemeriksaan.
“DJSN ini seolah-olah bilang tidak penting memeriksa si SAB ini karena bukan Dewas BPJS lagi. Saat diberhentikan, DJSN ini kehilangan legal standing bisa periksa itu,” kata Haris di kantor Lokataru, Jakarta Timur, Minggu (3/2).
Dia mengaku dengan dikeluarkannya Keppres tersebut hasil pemeriksaan dari tim panel pun tidak diberikan kepada RA. Padahal hasil itu menurut Haris sangat penting untuk RA.
“Publik, korban ingin tahun, ini penting mengetahui hasil itu. Karena modal bagi korban untuk counter dan klarifikasi ke publik,” ucapnya.
Sebelumnya, seorang pegawai kontrak di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) mengaku menjadi korban kekerasan seksual atasan tempat dia bekerja. Selain perlakuan tersebut, pegawai tersebut juga dipecat dari pekerjaannya.
Karyawati tersebut mulai bekerja sejak April 2016 dan langsung menjadi staf anggota salah satu Dewan Pengawas BPJS TK. Secara struktur organisasi, lembaga ini terpisah dari lingkup Direksi BPJS-TK.
Pengakuan eks karyawati BPJS-TK berusia 27 tahun itu, bahwa dia mengalami kekerasan seksual sejak April 2016 atau pertama dia bekerja hingga November 2018.
“Saya menjadi korban empat kali tindakan pemaksaan hubungan seksual oleh oknum yang sama,” ujar perempuan tersebut dalam keterangan pers di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2018).
Dia menuturkan, kejahatan seksual tersebut dialaminya di dalam dan luar kantor. Atasannya tersebut berulangkali merayu, memintanya untuk berciuman, hingga memaksa untuk melakukan hubungan badan. (MC)