Ketahanan Pangan Pada Masa Pandemi di Kepulauan Riau

0
117
Firsty Anindhita Putri Ayu Mahasiswi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

Prioritas.co.id.Tanjungpinang – Firsty Anindhita Putri Ayu dengan NIM 20101018 dari Mahasiswi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Jurusan Administrasi Publik. Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan akan terjadi kelangkaan dan darurat pangan di tengah pandemi Covid-19, Kamis (11/03/2021).

Pembatasan sosial dan skema penguncian (lockdown) yang diterapkan di banyak negara akan memengaruhi produksi pertanian global. Menurut World Food Summit (1996), ketahanan pangan terjadi ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan sehari-hari dan preferensi makanan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

Di tengah pandemi ini, disrupsi yang dihadapi petani akan kian kencang dan rantai pasok pangan akan mengalami gangguan yang serius yang pada gilirannya meningkatkan kepanikan sosial dan darurat pangan di tengah warga, Salah satunya di daerah Kepulauan Riau. Memperhatikan kondisi geografis yang sebagian besar berupa laut dan struktur tanah bebatuan dan pertambangan membawa konsekuensi keterbatasan sektor pertanian bergerak secara optimal.

Dalam beberapa periode menunjukkan bahwa inflasi Kepulauan Riau didominasi oleh kenaikan harga beras. Sehingga mengharapkan perhatian terhadap sektor pertanian ini dari para pemangku kepentingan perekonomian. Keterbatasan ketersediaan beras sebagai hasil panen yang ditanami sendiri oleh masyarakat di sini, tentu akan menurunkan daya beli masyarakat karena beras didapat dan di beli dengan harga cukup mahal dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Pulau Sumatera.

Sementara itu dilihat dari mata pencaharian masyarakat Kepulauan Riau tergantung dari Nelayan, karena setiap Kabupaten/Kota terdiri dari beberapa pulau, dengan model transportasi utamanya adalah dengan kapal laut dan perahu. Seandainya cetak sawah di Kabupaten Lingga dan Natuna dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan dana serta dioptimalkan penggunaannya untuk mencapai output yang telah ditentukan, maka program cetak sawah tersebut dapat memberikan konstribusi terhadap perekonomian rakyat khususnya dalam menjaga ketahanan pangan dan swasembada beras terutama pada masa pandemi saat ini.

Untuk mencapai ketahanan pangan jangka panjang, pemerintah perlu melibatkan pemangku kepentingan. Misalnya, pihak kampus atau lembaga penelitian dan industri pangan itu sendiri perlu dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan agar bisa membaca kondisi pada saat ini yang tidak menguntungkan salah satu pihak saja. Kerja sama antar-pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mencapai kesamaan pemahaman sekaligus mengidentifikasi katalis dan hambatan potensial menuju perubahan kebijakan.

Dari sini pemerintah dapat memutuskan apakah kebijakan membuka lahan baru merupakan kebijakan yang tepat di tengah semakin kompetitifnya lahan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem alami. Pemerintah pusat diharapkan memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah lewat Satgas Pangan pusat dan daerah dalam menyediakan izin yang dapat digunakan para distributor pangan dan pedagang kecil ketika melakukan distribusi pangan lintas wilayah.

Kemudian diperlukan sinkronisasi antara Pemda setempat dengan Pemerintah Provinsi dalam menetapkan Lokasi/Lahan Cetak perluasan sawah. Untuk masa yang akan datang, agar hasil pertanian dengan menghasilkan padi di Kepulauan Riau ini, khususnya untuk Kabupaten Lingga dan Natuna demi kesinambungan swasembada pangan terutatama beras terutama pada masa pandemi hingga berakhir. Serta manajemen cadangan pangan darurat.

Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai skema cadangan pangan darurat (CPD). Di tengah darurat Covid-19 saat ini, sesungguhnya bahan makanan harus tersedia dengan jumlah dan mutu yang baik serta harga terjangkau. Namanya darurat, makanannya harus memiliki gizi khusus untuk mengembalikan pemulihan korban.

Namun jika dilihat dari kondisi geografis dan struktur tanah di daerah Kepulauan Riau yang bebatuan, rasa-rasanya kurang memungkinkan jika pemerintah membuka lahan baru untuk sawah (padi). Dengan tidak membuka lahan baru untuk sawah (padi) bukan berarti kita tidak bisa mengatasi masalah pangan tersebut, apalagi di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, kita harus memiliki cadangan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Cadangan pangan yang dapat kita produksi dilihat dari struktur tanah Kepulauan Riau yaitu jagung yang kemudian diolah menjadi beras jagung.

Pemerintah dapat menggenjot produksi jagung sebagai salah satu upaya penyediaan cadangan makanan. Selain cocok dengan kondisi tanah di Kepulauan Riau, beras jagung juga memiliki kandungan gizi yang tidak kalah jauh dengan kandungan gizi yang pada beras padi. Adapun kandungan gizi pada beras jagung yaitu, energi (358 kkal), protein (5,50 gram), lemak (0,10 gram), karbohidrat (82,70 gram), vitamin C, vitamin B, magnesium, kalium, kaya serat, dan mengandung antioksidan.

Selain itu nasi jagung juga kaya manfaat untuk Kesehatan diantaranya mencegah anemia, mengontrol diabetes, mencegah peradangan, menyehatkan kulit, baik untuk pencernaan dan bebas gluten secara alami.
Dengan kandungan gizi dan manfaat yang ada pada jagung, saya rasa jagung bisa jadi alternatif yang tepat sebagai cadangan makanan darurat. Selain karena kandungan gizi dan manfaatnya, juga karena jagung cocok dengan kondisi geografis dan struktur tanah di Kepulauan Riau.

Oleh Firsty Anindhita Putri Ayu Mahasiswi Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here