Kebiasaan Buruk Politik Kekuasaan

0
44
Nabeel Vistian Marichan, 21101047, Mahasiswa STISIPOL Raja Haji Jurusan Administrasi Publik.

Tanjungpinang, Prioritas.co.id – Kebiasaan buruk politik kekuasaan cenderung memecah belah. Pemilu selalu didahului oleh drama kepemimpinan dengan banyaknya partai yang pada akhirnya akan berkuasa. Panggung politik dalam negeri selalu menghadirkan kejutan.

Diantara kejutan yang muncul setiap menjelang pemilu adalah drama perebutan kepemimpinan banyak partai politik. Selain itu, juga terjadi pembentukan partaipartai politik baru oleh elit-elit politik yang berwajah lama.

Aktor lama menemukan partai baru sebagai kendaraan politik. Mereka meninggalkan pesta lama yang terkenal untuk yang baru. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa politik kekuasaan bersifat memecah belah dan memecah belah.

Dinamika politik nasional yang diwarnai oleh intrik dan perilaku tidak etis para elit bipartisan semakin menunjukkan bahwa negara ini telah melahirkan terlalu banyak politisi.

Pemilihan presiden seperti drama yang penuh dengan pertengkaran dan pelukan. Namun orang-orang dalam drama ini hanyalah penonton yang ikut bergabung saat tirai panggung ditutup. Nyatanya, demokrasi bukanlah pertunjukan. Demokrasi sejati adalah tindakan nyata dari mereka yang memutuskan, mengatur dan mengevaluasi penyelenggaraan negara ini.

Alat perdagangan bukanlah skenario drama, tetapi partisipasi dalam pemilihan dan administrasi, kritik kesalahan, dll., Dan pada titik ini pertunjukan putaran pertama dimulai. Pertemuan-pertemuan elit politik yang banyak berlangsung. Rakyat hanya bisa menonton karena aturan main yang saat ini hanya mengizinkan partai politik besar yang sudah punya suara pada pemilu yang lalu untuk menentukan siapa calon presiden dan wakilnya.

Bukti drama politik dalam agenda setting media, yaitu hampir sepanjang tahun ini, politik berlangsung baik di tingkat nasional sampai ketingkat lokal yaitu lewat panggung pemilihan umum (Pemilu) legislatif, Pemilihan Presiden (Pilpres) dan didaerah dengan adanya drama politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Belum lagi drama-drama politik lainnya yang semuanya berlomba untuk meraih pencitraan prestis sebagai partai politik besar dengan mempertontonkan pemilihan ketua umum partai politik yang di seting begitu dramatis dan fantastis.

Drama politik di media massa harus di sadari sebagai bentuk perlombaan mencapai pencitraan di atas panggung politik yang semata sebagai wilayah depan, dimana keramaian tidak mengetahui realitas sebenarnya di panggung belakang.

Beradu argumen dan perdebatan yang sengit terjadi di parlemen (DPR) yang ingin membuktikan siapa yang paling demokratis, Namun senyatanya bisa terjadi loby dan kompromi politik atau bahkan berkonspirasi politik di belakang panggung yang semua berperan sebagai aktor wakil rakyat tetapi hakikatnya wakil partai yang tidak bisa dilepas dari garis komando (keputusan) partai politik lewat fraksi di DPR.

Maka yang menjadi sebuah dilema elit politik dan kekuatan media massa, jika “berbicara dan bekerja”, mengenai nasib rakyat dan bangsa ini, hanya ramai membahas bidang politik dan hukum semata sebagai proses perbutan dan

mempertahankan kekuasaan para elit politik. Selebihnya pemberitaan di bidang keamanan dengan munculnya terorisme dan rakyat hanya menjadi penonton setia, dan seakan tidak bisa menolak kalo setiap harinya “terlena” oleh perhelatan drama politik yang selalu mengatasnamakan demokratisasi hal ini lah yang menjadi dilema elit politik dan kekuatan media massa.

Oleh : Nabeel Vistian Marichan, 21101047, Administrasi Publik

  • Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here