Tanjungpinang.prioritas.co.id – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyesalkan terhadap terjadinya bentrokan antara aparat Kepolisian, TNI, Satpol PP dan masyarakat Pulau Rempang baru-baru ini dekat Jembatan Barelang 4 Kota Batam.
Bentrokan tersebut adalah buntut dari rencana pemerintah dalam rangka melaksanakan program Nasional pengembangan pulau rempang menjadi kawasan Eco City, dimana pemerintah dinilai abai dalam menanggapi aspirasi dari masyarakat adat Melayu yang telah lama menetap disana.
Menurut Rafika selaku Ketua KAMMI Kepri bahwa pihaknya mendesak adanya pembukaan ruang diskusi antara masyarakat Pulau Rempang dengan Pemerintah dan pengembang sebagai bentuk partisipasi publik yang berarti, Sabtu (09/09/2023).
” Bagaimanapun juga kita harus menghormati hak masyarakat adat melayu yang telah bermukim disana dan belum enggan direlokasi, ” Ujar Rafika kepada awak media tadi malam.
Selanjutnya, bentrok yang terjadi kemarin juga sangat disesali. Aparat menggunakan gas air mata dan menembakkannya ke warga yang menghadang agar aparat tidak masuk ke kampung mereka, akibatnya banyak warga dan anak-anak sekolah yang mengalami luka dan harus dibawa ke rumah sakit.
” Pemerintah dan aparat yang bertugas harus menghentikan tindakan represif terhadap masyarakat, membuka ruang disksusi, dan bermusyawarah. Kita yakin segala sesuatu yang memang diaykini akan membawa kebaikan harus ditempuh dan dimulai dengan cara-cara yang baik, ” Tambahnya lagi secara singkat sembari mengakhiri pembicaraan.
Hari ini di tempat terpisah, Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri sudah mengeluarkan 6 pernyataan sikap berupa maklumat tentang kejadian yang menimpa masyarakat Melayu Rempang. dibacakan oleh Ketua LAM Kepri, Abdul Razak.
Adapun beberapa maklumat dimaksud diantaranya LAM Kepri sebagai payung negeri mendukung program pemerintah untuk pembangunan di segala bidang baik di pusat maupun di daerah serta meminta pembatalan rencana relokasi 16 kampung tua masyarakat melayu disana. (Alek)