Prioritas.co.id.Bandung – Eks Walikota Cimahi Itoc Tohija didakwa melakukan korupsi penyelewengan APBD Kota Cimahi tahun anggaran 2006-2007 pada penyertaan modal Perusahaan Daerah Jati Mandiri (PDJM). Akibat perbuatannya, Itoc yang juga terpidana kasus korupsi tersebut terancam hukuman 20 tahun penjara.
Demikian terungkap dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin, 11 Maret 2019. Dalam sidang yang dipimpin hakim Muhamad Razad, terdakwa Itoc tampak membawa dan menggunakan oksigen untuk alat membantu pernafasannya karena menderita sakit.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut, jaksa penuntut umum Kejari Cimahi menyebutkan perbuatan terdakwa dilakukan bermula pada 2006-2007 Pemkot Cimahi menyertakan modal kepada PD Jati Mandiri sebesar Rp 42 miliar untuk kerjasama operasi antara PD Jati Mandiri dengan Idris Ismail selaku Direktur Utama PT Lingga Buana terkait investasi pembangunan Pasar Raya Cibeureum di lahan seluas 24,790 meter persegi.
Semula, Idris Ismail, mengajukan izin prinsip pemanfaatan lahan di Kelurahan Cibeureum Kota Cimahi. Lahan itu sendiri ternyata milik orang lain. Pemkot Cimahi menolak pengajuan izin prinsip itu karena tidak punya lahan sebagai potensi pendapatan daerah serta alasan kemacetan.
“Terdakwa Itoc kemudian menawarkan ldris untuk bekerja sama dalam rangka pemanfaatan lahan di lokasi Kelurahan Cibeureum untuk membangun Pasar Raya dan Sub Terminal-nya. Terdakwa menjanjikan, Pemkot Cimahi akan memberikan dana pembangunan dan saksi bermodalkan tanah di Kelurahan Cibeureum Kecamatan Cimahi Selatan,” ujar jaksa Harjo.
Selanjutnya, kata jaksa, Idris Ismail menyetujuinya. Padahal, sejak 2006, status kepemilikan tanah tersebut berlum bersertipikat dan masih dalam sengketa di PN Bale Bandung.
“Bahwa tanah tersebut bukan milik Idris Ismail, melainkan milik PT Adhi Darma. Terdakwa juga tahu tanah tersebut belum bersertifikat dan masih sengketa,” katanya.
Untuk menindaklanjuti permintaan tersebut, Idris kata jaksa, diminta Itoc untuk mendirikan perusahaan perseroan terbatas dinamakan PT Lingga Buana Wisesa (LBW). Lalu, kata jaksa, terdakwa meminta Idris mengikutsertakan anaknya, Puti Melati sebagai salah satu direktur untuk memudahkan mengambil keuntungan.
“Perbuatan terdakwa tersebut melanggar Pasal 76 ayat 1 Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” ujar Harjo.
Setelah PT LBW terbentuk, Idris menempuh berbagai persyaratan administrasi penyertaan modal daerah. Pemkot Cimahi mengajukan persetujuan ke DPRD Cimahi untuk penyertaan modal tersebut dan disetujui.
Setelah semua administrasi dipenuhi, Pemkot Cimahi melalui PD Jati Mandiri menyertakan modal dengan total Rp 42 M untuk pembangunan Pasar Raya Cibeureum dan sub terminal. Lalu pihak kedua, PT LBW menyediakan lahan 24,790 meter persegi yang belakangan masih tanah sengketa dan diakui sebagai milik Idris Ismail.
Calon Sekda Kota Bandung, Benny Bachtiar disebut dalam dakwaan jaksa. Saat itu, Benny menjabat Kasubbid Perencanaan Pendapatan dan Anggaran Belanja. Dalam dakwaan jaksa, saat membahas anggaran penyertaan modal di DPRD Cimahi, Itoc tidak memasukkan penyertaan modal Rp 31 M dalam nota keuangan. Kenyataanya, Itoc meminta Benny untuk memasukkan Rp 27 M di pembahasan anggaran.
Dari penyertaan modal tersebut, kata jaksa, terdapat penggunaan dana pembelian tanah 4,500 meter persegi senilai Rp 10,1 miliar, padahal dalam perjanjian kerjasama, tanah disediakan Idris Ismail, bukan oleh Pemkot Cimahi, apalagi dengan membeli lahan.
“Terdakwa Itoc meminta Direktur PD Jati Mandiri Uyat Suyatna untuk mempercepat pembangunan proyek Pasar Raya Cibeureum namun Uyat menolak untuk membeli tanah 4,500 meter persegi itu karena tanah belum bersertifikat. Karena tetap menolak, terdakwa memberhentikan Uyat Suyatna dari jabatan PD Jati Mandiri pada Oktober 2007 dan diganti Adjan Sudjana,” ujar jaksa.
Pada 2010, PD Jati Mandiri dijabat Usman Rahman. Kontrak kerjasama tersebut diputus karena pembangunan terhambat. Pemutusan kerjasama itu ditindak lanjuti dengan kesepakatan baru antara PD Jati Mandiri dan PT LBW. Salah satunya, membagi kekayaan kerjasama operasi diantara keduanya.
Namun, kesepakatan itu menguntungkan PT LBW yang tiba-tiba mendapat kekayaan Rp 37 miliar dari pembagian kekayaan tersebut. Padahal, dari awal kesepakatan, PT LBW hanya bermodalkan tanah dan Pemkot Cimahi menyertakan modal Rp 42 miliar.
Menurut jaksa, terdakwa selama menjalankan penyertaan modal tersebut, melakukan perbuatan melawan hukum dengan melanggar 10 ketentuan perundang-undangan. Salah satunya, Undang-undang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Keuangan Negara, PP Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Tentang Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Peberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan hingga sejumlah keputusan Mendagri.
“Akibat perbuatan terdakwa bersama almarhum Rosita Djuhlia Sutardja selaku Ketua DPRD Cimahi, Adjan Sudjana dan Idris Ismail, negara dirugikan Rp 37,48,065,273 (Rp 37,4 miliar),” ujar jaksa Harjo.
Karena perbuatan melawan hukum yang merugikan negara dari terdakwa, jaksa menerapkan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan primair.
Adapun dalam dakwaan subsidair, jaksa menerapkan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus yang menjerat Itoc ini merupakan kasus kedua. Saat ini Itoc berstatus sebagai terpidana kasus korupsi proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi tahun 2016. Itoc saat itu terkena OTT KPK. Agustus 2017, Itoc dipidana penjara 7 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Selain Itoc, istrinya yang juga mantan Wali Kota Cimahi, Atty Suharti, divonis 4 tahun penjara. (PR)