Hery Suryadi Tersandung Kongkalikong dan Mark Up Anggaran Proyek

0
1386
Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian
Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian

Batam-Wakil Rektor II Umrah Hery Suryadi (HS) mendapat jabatan baru, setelah pemerintah pusat menggelontorkan uang Rp 100 Miliar dalam APBN 2017. Hery ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam tiga paket proyek untuk peningkatan mutu pendidikan di universitas kebanggaan masyarakat Kepri itu.

Ketiga proyek ini adalah pengadaan barang Integrasi Sistem Akademik dan Administrasi (SAA), senilai Rp 30 M, proyek Studi Kemaritiman (SK) Rp 40 M, dan pekerjaan Studi Alternatif (SA) Pada Daerah Kepulauan sebesar Rp 30 M.

“PT. Jovan Karya Perkasa (JKP) mengerjakan proyek SAA, PT. Kiera Inti Energi (KIE) pelaksana proyek SK, dan PT. Azka Indo Teknik (AIT) pemenang tender proyek SA,” ungkap Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian, saat konfrensi pers, Selasa (31/10), dalam rilis Kabid Humas Polda Kepri Kombes S. Erlanga.

Untuk proyek SAA, HS membuat kontrak perjanjian kerja dengan HG selaku Direktur PT. JKP, yang ditandatangani pada tanggal 31 Agustus 2015, dengan nilai kontrak Rp Rp. 29.187.250.000. “Waktu penyelesaian pekerjaan selama 120 hari dan berakhir pada tanggal 28 desember 2015,” sambung Jenderal Polisi Bintang Dua ini.

Rupanya kongkalikong antara HS dan HG sudah terjalin mesra, dari awal perencaan pelaksanaan sampai dengan pembayaran proyek SAA. “Yang bertentangan dengan Perpres no. 54 tahun 2010 dan perubahannya tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” jelas Kapolda Sam Budigusdian.

Kongkalikong ini berujung pada mark up (penggelembungan) anggaran dalam pembelian barang (material) yang dibutuhkan dalam program Integrasi SAA. Pada tahap perencanaan, lanjut Kapolda, HS menyuruh pihak PT. BMKU membuat proposal spesifikasi barang dan rincian harga perkiraan sendiri (HPS).

Lalu PT. BMKU menyusun spesifikasi barang. Namun, ia tak sendirian, BMKU mengajak perusahaan pendukung selaku distributor barang. Yakni, PT. Baya Indonesia, PT. Daham Indo Perkasa dan PT. Inca Trifia Indonesia.

Nah, mulai muncul masalah. Keempat perusahaan ini sudah mengarah pembelian barang kepada merek tertentu. Harganya pun didongkrak berlipat ganda (mark up).

Siasat kemudian dimainkan, PT. BMKU lantas meminjam dua perusahaan untuk mengikuti lelang pengadaan barang. Yakni PT. Jovan Karya Perkasa (pemenang proyek SAA), dan PT. Alfath Karya Nusantara (sebagai pemenang cadangan).

Wakil Rektor II Umrah Hery Suryadi dan tiga tersangka lainnya.
Wakil Rektor II Umrah Hery Suryadi dan tiga tersangka lainnya.

Akhirnya, PT. Jovan Karya Perkasa didapuk sebagai penyedia barang, dengan kucuran fee Rp 300 juta. “Akibatnya negara dirugikan Rp 12.398.344.306, sebagaimana dalam hasil audit BPKP No: Sr-3378/Pw28/5/2017, tanggal 20 Oktober 2017,” papar Kapolda Kepri.

Dalam kasus ini, sambung Irjen Sam Budigusdian, penyidik telah memeriksa sebanyak 61 saksi. Dengan pengelompokan, dari Umrah (9 orang), Kemenristek Dikti (3 orang), Dirjen Kemendikbud (3 orang), Unnes (4 orangg).

Sedangkan dari PT. Baya, PT. Daham, PT. Inca (6 orang), PT. BMKU (14 orang), Pokja (5 orang), peserta lelang (4 orang), Asuransi (3 orang), Bank Jatim (1 orang), PPHP (4 orang), dan beberapa perusahaan lain (5 orang). Dari gelar perkara, penyidik menetapkan empat tersangka dalam kasus proyek SAA ini, dengan tuduhan melakukan korupsi yang merugikan negara.

Hery Suryadi, Wakil Rektor Umrah (ft: umrah.ac.id)
Hery Suryadi, Wakil Rektor Umrah (ft: umrah.ac.id)

Yakni HS (Wakil Rektor II Umrah) selaku pejabat PPK, HG selaku Direktur PT. JKP, UZRA selaku Direktur Utama PT. BMKU, dan Y selaku Direktur PT. Baya Indonesia, PT. Daham Indo Perkasa, dan Pemilik PT. Inca Trifia Indonesia.
‘Penyidik menyita barang bukti 18 surat perintah,” ujarnya.

“Keempat tersangaka ditahan di Rutan Polda Kepri” sebut Erlangga kepada prioritas, Minggu (29/10) kemarin sore.

Para tersangka dikenakan pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda antara Rp 200 juta-Rp 1 Miliar.

“Dan atau pasal 3, ancaman pidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, dan atau denda minimal Rp 50.000.000,” sebut Kapolda Irjen Pol Sam Budigusdian. (Tigor)