Gandeng Jurnalis Media Indonesia Bawaslu Nagekeo Beri Panduan Liputan Pemilu

0
96
Kegiatan media gathering Bawaslu Nagekeo, Photo dok: Prioritas

Nagekeo.prioritas.co.id – Bawaslu Nagekeo, NTT menggandeng Jurnalis Media Group (Metro TV/Media Indonesia) Ignas Kunda memberikan panduan peliputan pemilu 2024 kepada sejumlah awak media di Nagekeo serta sejumlah anggota panwas kecamatan untuk pemilu 2024 dalam menciptakan pemilu yang berkualitas serta jujur dan adil. Kegiatan tersebut dilakukan di Aula Pondok SVD, pada Senin, (23/10) dalam acara bertajuk “Publikasi dan Dokumentasi Pengawasan Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPD dan DPRD Pada Pemilu Serentak 2024.”

Tidak hanya jurnalis dan para pengawas dalam kesempatan itu juga hadir para influencer Nagekeo serta beberapa ASN.

Ketua Bawaslu Nagekeo, Yohanes Emanuel Nane, mengatakan pertemuan dengan semua awak media di Nagekeo ini sebagai cara mengakrabkan diri serta membangun peran media dalam iklim demokrasi yang sehat dan berkualitas di Nagekeo.

Menurut Emanuel dengan berkembangnya media baik media sosial atau media lainnya, 99 persen remaja kini menjadi pengguna media sehingga sangat rentan bila dunia atau ruang siber berisi dengan informasi yang tidak mengedukasi karena itu perlunya peran media terutama jurnalis menjadi garda terdepan untuk membanjiri dunia maya dengan informasi yang bermutu dan informasi yang mewartakan kebenaran.

” Untuk pemilu ini mari kita banjiri dunia maya dengan optimisme. Media hadir untuk mewartakan kebenaran dan menjauhkan hoax. ” Kata Emanuel.

Sedangkan Ignas Kunda dalam pemaparan panduan peliputan pemilu 2024 memberikan kisi-kisi beberapa aturan yang harus dipatuhi berdasarkan panduan yang diberikan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia dalam menciptakan pemilu yang adil jujur dan berkualitas.

Ignas Kunda memaparkan pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana penting bagi publik untuk menentukan pemimpin, wakil rakyat, dan arah negara dalam lima tahun ke depan. Karena itu, setiap proses tahapan pemilu perlu mendapat pengawasan maksimal dari publik, khususnya media massa. Hal ini untuk memastikan tidak ada kecurangan dalam setiap tahapan yang nantinya dapat merugikan publik.

” Independensi perusahaan media dan jurnalis yang diharapkan menjadi watchdog “anjing penjaga” atau pengawas. ” Papar Ignas.

Menurut Ignas Kunda, jurnalis dan media massa kerap kali menuai kritik dalam peliputan dan pelaporan pemilihan umum (pemilu). Jurnalis dan media massa dianggap tak mempunyai pengetahuan yang memadai dan menyeluruh mengenai pemilu sehingga laporannya terasa dangkal, kering dan hambar. Para wartawan juga dinilai tak memiliki daya krisis sehingga gagal mencium praktek-praktek kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan pelaksanaan pemilu. Padahal, pemilu adalah peristiwa yang sangat penting sebagai bentuk kedaulatan rakyat di suatu negara demokratis. Bila jurnalis yang dianggap sebagai pilar keempat demokrasi gagal melakukan peliputan dan menyampaikan berita yang dalam dan krisis ini tentu berbahaya bagi keberlanjutan iklim demokrasi.

” Media yang berkualitas akan menghasilkan pemilih yang berkualitas. Sebagai pilar keempat demokrasi, media memiliki peran penting dalam pelaksanaan pemilu. Ada tiga prinsip dasar media dalam pemilu: kebebasan berbicara, batasan kebebasan berbicara dan independensi media. Dalam prakteknya, media memiliki empat peran dalam pemilu: mengedukasi publik, memberi ruang kampanye yang adil, menyediakan forum diskusi, dan mengawasi pelaksanaan pemilu.” ungkapnya.

Selain itu Ignas Kunda menambahkan jurnalisme menjaga pemilu agar berjalan jujur dan adil. Oleh karena itu, wartawan dituntut untuk bersikap kritis dan menghormat etika. Ada 12 poin yang bisa dijadikan pertimbangan etis bagi media dalam melakukan peliputan pemilu seperti bersikap independen, disiplin verifikasi, Memberikan kesempatan yang sama, memastikan informasi sesuai dengan konteksnya, bedakan antara fakta dan opini, jangan mengamplifikasi ujaran kebencian dan hasutan, menjaga imparsialitas di media sosial, hindari clickbait, beri ruang pada voice of voiceless dan isu-isu lokal, tidak mendukung politik identitas dan menjaga kebhinekaan Indonesia, berperspektif jurnalisme damai, melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

“Jurnalisme bukanlah pengeras suara para kontestan politik dan wartawan bukan juru tulis”. pungkas Ignas Kunda yang juga jurnalis foto anggota Pewarta Foto Indonesia ini. (Arjuna)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here