Prioritas.co.id, Tapsel – Persoalan Para pedagang dengan pengelola pasar sigalangan terus berlanjut Sabtu (3/2) kemarin, pedagang memutuskan untuk memboikot aktifitas berdagang di Pasar Huta Tonga, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan sebagai reaksi atas disegelnya kios oleh PT Tapanuli Selatan Membangun sebagai pengelola.
Direktur TSM, Hamdan Nasution melalui sambungan telepon selular, menjanjikan akan menemui pedagang di Kantor TSM pada awal pekan, Senin (5/2) pukul 11.00 Wib. Tepat pada pada hari perjanjian, Pedagang yang berjumlah 50-an orang itu pun berduyun-duyun menuju Kantor TSM di Jalan Raja Inal Siregar, Batunadua, Kota Padangsidimpuan.
Namun sangat disayangkan, tidak ada orang yang menyambut pedagang, yang mencari solusi untuk dapat berdagang dengan tentram itu, di kantor perusahaan milik Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Tapsel tersebut.
Pedagang yang berjualan di Pasar Sayurmatinggi, Tolang, Sigalangan dan Huta Tonga ini, pun terlunta-lunta. Umumnya, kaum ibu dan sebagian anak-anak mereka yang turut, bertahan di lantai serambi kantor milik Pemerintah Kabupaten Tapsel itu.
“Kalau ini kami pulang, kami tidak akan (bisa) berjualan besok,” ungkap seorang ibu yang membawa 2 anaknya, dan besok Selasa, merupakan hari pekan di Pasar Sayurmatinggi, Kecamatan Sayurmatinggi.
Sangat disesalkan pedagang, dalam 3 hari selama mereka tidak berjualan, 2 kali sudah mereka menelan janji Hamdan Nasution untuk bertemu.
“Janjinya jam Sebelas, terus ditanya lagi, jam dua baru bisa katanya. Datang lagi, Jam Tiga sampai kesini ada acara di Sipirok. Kami akan menunggu disini,” jelas Yusuf Siregar, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Batang Angkola-Sayurmatinggi.
Yusuf menegaskan, jika memang Hamdan akan kembali ingkar. Maka, pedagang akan melakukan penyegelan terhadap kantor TSM.
Sebagai bentuk perlawanan, atas perlakuan TSM yang membuat pedagang kehilangan waktu dalam mencari nafkah.
Sebelumnya, di TSM, petugas pasar, Ferdi dan Fahmi menegaskan pimpinan mereka itu akan datang bertemu para pedagang pada pukul 15.00 Wib.
Sebelumnya, kebijakan PT TSM yang membebani para pedagang dengan biaya perpanjangan Rp300 Ribu hingga Rp900 Ribu pertahunnya, mengagetkan mereka dan sangat menyulitkan. Terlebih lagi, SPSM sesungguhnya berperiode 5 Tahun sekali.
“Padahal setiap bulan juga kita bayar pajak, kalau itu kita tidak masalah, di Sidimpuan sama Mandailing juga begitu, tidak lagi ada pungutan SPSM setiap tahun,” kata Khairul Siregar, seorang pedagang kain yang akrab disapa Kirung.
Pajak dibayar sebulan sekali. Besarannya bervariasi sesuai pasar. Di Pasar Hutatonga, Rp 48 ribu perbulan, dan ditambah permintaan TSM yang katanya biaya SPSM sebesar Rp 650 ribu pertahun. Pasar Sigalangan, pajar perbulan sebesar Rp 80 ribu dan SPSM pertahun Rp 900 ribu. Pasar Tolang di Kecamatan Sayurmatinggi, perbulannya Rp 20 ribu sebagai pajak dan Rp 300 Ribu pertahun sebagai SPSM. Terakhir di Pasar Sayurmatinggi, pedagang harus membayar sebagai pajak sebesar Rp 48 ribu dan Rp 650 ribu sebagai SPSM setiap tahun.
Diketahui, pasar-pasar tradisional tersebut hanya aktif sekali dalam seminggu sesuai hari pekannya. Dan rata-rata pedagang yang sama yang berdagang di setiap pasar di dua kecamatan itu.
Hal itu kemudian yang semakin membebani, jika dihitung, kata pedagang. Dalam setahun, satu pedagang harus mengeluarkan Rp 2.5 Juta untuk SPSM. Sementara untuk pajak, setiap bulan harus mengeluarkan Rp 196 Ribu.
Dalam seminggu belakangan pedagang mendapat tindakan represif, sejumlah kios di Pasar Sayurmatinggi, Tolang, Sigalangan dan Pasar Hutatonga disegel oleh Satpol PP yang katanya atas arahan PT TSM yang diteruskan petugas pasar
Dan dalam rangkaiannya, Sabtu (3/2) di Pasar Huta Tonga, pedagang memboikot aktifitas pasar hingga tidak ada yang berjualan. Pada hari yang sama, pedagang juga memblokir jalan lintas sumatera yang berada di muka pasar itu sebagai bentuk protes ketidakadilan yang dirasakan mereka. (sidaknews.com)