Prioritas.co.id, Madiun – Sudah berjalan sekitar 7 bulan ini, kasus penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Unit Tipikor Polres Madiun belum juga membuahkan hasil.
Apakah kasus ini masuk rana pidana atau bukan.. ? Dan apakah kasus ini layak dihentikan atau dilanjutkan?
Kasus dugaan tindak pidana korupsi ini bermula adanya “Dumas / Pengaduan Masyarakat” yang masuk ke Unit Tipikor Polres Madiun terkait pelaksanaan anggaran program BKK T.A 2020.
Kepada awak media Kades Nur Amin,SE menjelaskan kronologis kejadiannya sbb : “Tepatnya pada tanggal 22 April 2020, Bendahara Endah Setyorini melakukan pencairan dana pembangunan program BKK T.A 2020 sebesar 105 juta, sesuai aturan hukum yang ada. Setelah melakukan pencairan dana BKK 2020, uang dipegang oleh Bendahara sesuai dengan tupoksinya dan kemudian saat itu Kades Nur Amin,SE sedang pergi menghadiri acara di Madiun Kota.
Entah kenapa selang beberapa waktu sekitar 1 jam Plt. Sekretaris Desa Suci Murni menelpon Kades Nur Amin,SE dan mengatakan bahwa Bendahara Setyorini mau menyerahkan uang pencairan dana BKK T.A 2020, tadi siang ke Kades Nur Amin,SE dengan alasan takut memegang uang.
Alasan yang tidak masuk akal dan seakan menghindar dari rasa tanggung jawab, maka uang hasil pencairan diserahkan ke Kades Nur Amin disaksikan Plt Sekdes Suci Murni pada waktu sore itu juga.
Selang waktu satu jam, oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun langsung menelpon dan mengkonfirmasi terkait uang pencairan yang diserahkan Bendahara ke Kades Nur Amin. Kemudian Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun yang berjumlah sekitar 7 orang dipimpin Iptu Yoyok dkk mengajak pertemuan dan melakukan interogasi dari sore sampai selesai sekitar jam 23.00 di tempat warung makan “Pantes” dengan suasana gelap.
Karena Kades Nur Amin merasa sudah membayarkan uangnya ke rekanan toko material dan untuk ongkos pembayaran upah pekerja, maka oknum Unit Tipikor tidak menemukan uang untuk dijadikan sebagai barang bukti OTT. Menurut Kades Nur Amin bahwa oknum Unit Tipikor dalam melakukan interogasi yang dilakukan oleh 7 oknum yang dipimpin Iptu Yoyok dkk itu di tempat warung makan yang gelap,
Dalam melakukan interogasi yang dilakukan dengan tekanan dan dibentak-bentak dikira menantang petugas. Padahal Kades Nur Amin sudah berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan oleh oknum Unit Tipikor dengan sopan sesuai dengan pertanyaannya.
Sehingga oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun itu terkesan arogan dan tidak profesional dalam bertugas yang tidak sesuai dengan SOP Peraturan Kapolri/PerKap No.14 Tahun 2011.
Karena kondisi sudah malam, Kades Nur Amin bersama istri nya Retno yang bekerja di BUMD yang sejak pagi bekerja dan belum bertemu dengan anak balitanya yang baru berumur 8 bulan, meminta ijin supaya proses interogasi ini dilanjutkan besok pagi di kantor Desa Kaligunting, Kec.Mejayan, Kab.Madiun.
Kemudian oknum Unit Tipikor memberikan ijin pulang dan penyelidikan dilanjutkan besok pagi di kantor Desa Kaligunting,Kec.Mejayan,Kab.Madiun.
Keesokan hari, oknum Unit Tipikor melanjutkan tugas penyelidikan dan langsung membuat BAP di Kantor Desa Kaligunting. Oknum Tipikor mengaudit semua data pekerjaan Kades Nur Amin selama menjabat sebagai kepala desa dari tahun 2016 sampai 2020.
Karena Kades Nur Amin yakin semua pekerjaan proyek desa sudah dikerjakan semua dengan baik sesuai RAB, dan sudah diperiksa dan diaudit oleh Dinas Inspektorat dan BPKP serta tidak ditemukan kerugian negara, maka Kades Nur Amin yakin tidak akan ada masalah/kasus perkara korupsi seperti yang dituduhkan kepada Kades Nur Amin.
Karena setelah dikonfirmasi ke oknum Unit Tipikor bahwa pihak Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun ternyata telah menerima “Dumas/Pengaduan Masyarakat”, maka kasus Ini harus ditindaklanjuti. Oknum Tipikor yang telah mengaudit laporan keuangan pemerintah Desa merasa telah menemukan selisih pembayaran upah pekerja sekitar 28 juta.
Selanjutnya oknum Tipikor meminta Kades Nur Amin menyediakan uang 28 juta tersebut untuk dijadikan sebagai barang bukti OTT. Karena Kades Nur Amin dalam menjalankan tugasnya harus mengelola semua proyek desa, maka Kades Nur Amin harus menyediakan “DANA TALANGAN” dahulu untuk menyerap dana keuangan desa sesuai saran Bupati Madiun. Karena tanpa “DANA TALANGAN”, mustahil semua proyek pekerjaan desa dapat dilaksanakan.
“Hampir semua kepala desa, semua nya harus menyediakan “DANA TALANGAN” dahulu sesuai saran Bupati Madiun, agar program pembangunan desa dapat dilaksanakan sambil menunggu pencairan dana dari pemerintah yang ada mekanisme pencairan nya.
Menurut Kades, Tanpa punya Dana Talangan dahulu, dipastikan semua kepala desa akan kesulitan melaksanakan program pembangunan desa,” tegas Kades Nur Amin.
Karena Kades Nur Amin tidak mempunyai uang 28 juta dan hanya mempunyai stock dana 11 juta, maka Kades Nur Amin dipaksa untuk menggenapi dan menyediakan uang 28 juta tersebut oleh oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun, untuk dijadikan sebagai barang bukti OTT. Maka Kades Nur Amin meminta Plt Sekdes Suci Murni untuk mencari pinjaman uang ke siapapun juga sampai kumpul 28 juta untuk dijadikan sebagai barang bukti OTT.
Karena diindikasikan ada unsur konspirasi politik, Kades Nur Amin merasa depresi dan terzolimi oleh oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun yang berjumlah 7 orang tersebut yang terkesan arogan, tidak profesional dan diskriminatif, maka Kades Nur Amin melayangkan surat permohonan dan meminta perlindungan hukum ke pihak Kabid Propam Polda Jatim dengan harapan mendapatkan keadilan dan kepastian hukum tertanggal surat masuk 2 Juli 2020.
Namun sangat disayangkan sekali, kenapa Propam Polda Jatim terkesan tidak bekerja dan oknum-oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun itu masih belum mendapatkan sanksi kedisiplinan pelanggaran Kode etik kepolisian..???
Ada indikasi apa ini ??? padahal kasus ini sudah berjalan hampir selama 7 bulan dan belum ada titik terangnya dan tidak ada hasilnya, maka melalui Penasehat Hukum Anton Hary Wibowo,SH berniat akan melayangkan surat permohonan perlindungan hukum tertuju ke Presiden, Kapolri, Kompolnas, Ombudsman dan Kabid Propam Mabes Polri dengan harapan pihak Kades Nur Amin bisa mendapatkan keadilan dan kepastian hokum, agar oknum-oknum Unit Tipikor Satreskrim Polres Madiun mendapatkan sanksi pelanggaran kode etik kepolisian sesuai yang diatur dalam Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011. Menurut Anton “Langkah hukum selanjutnya akan ditempuh karena diindikasikan bahwa Propam Polda Jatim tidak dapat bekerja dengan baik dan profesional. Hal ini terbukti sejak delik aduan masuk ke Unit Propam Polda Jatim, tidak satupun Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan atau SP2HP yang diberikan ke klien kami. Padahal menurut aturan hukum, SP2HP harus diberikan ke klien baik diminta ataupun tidak sebulan sekali. Ada Indikasi apa ini sebenarnya Propam Polda Jatim Kok mlempem jalan ditempat saja.?” tegas Anton H.W ,SH.(19/10/2020). (An)