Bupati Don: Anyaman dan Tenun Literasi Tertinggi Leluhur, Tugas Kita Membawanya ke Pasar Dunia

0
90
Parade Be dan Bola Oka di acara pembukaan Festival Nagekeo One Be, Photo dok: Prioritas

Nagekeo.prioritas.co.id – Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do menyebut anyaman dan tenunan adalah capaian literasi tertinggi dari leluhur (nenek moyang) yang tidak lekang oleh waktu. Tugas kita sebagai generasi penerus adalah bagaimana melestarikan kekayaan intelektual ini agar tidak punah dan mempromosikannya hingga ke pasar dunia.

“Tugas kita bagaimana membawa tenunan dan anyaman ini ke pasar dunia” ungkap Bupati Don saat membuka kegiatan Festival One Be yang diselenggarakan Dinas Pariwisata di lapangan Berdikari, Mbay, pada Selasa (5/12) sore.

Be (Boawae), atau sebutan lain pada masing-masing komunitas seperti Bola Bae (Rendu), Bheka (Danga), Sape (Mbay) merupakan anyaman khas yang terbuat dari daun pandan duri maupun pucuk muda daun lontar yang biasa dikenakan sebagai “tas” nya para pria perkasa Nagekeo.

Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do membuka Festival Nagekeo One Be, Photo dok: Prioritas

Selain sebagai produk kerajinan tangan (kriya) hasil olah pikir warga pada umumnya, Be sesungguhnya menunjukkan identitas komunitas lokal. Setiap orang yang mengenakan Be di luar Flores, pasti dengan mudah dikenali oleh para perantau yang berasal dari Nagekeo di mana saja mereka berada.

“Sore ini kita membuka Festival One Be, ada tiga kategori acara yang akan terjadi selama tiga hari berturut-turut ke depan. Untuk hari ini pemandangan yang kita lihat adakah tenunan baik itu selendang maupun kain. Anyaman dalam bentuk Be dan bola Oka” ungkap Don Bosco.

Bagi Don Bosco, di samping menjaga nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya, anyaman Be juga dinilai mampu menjadi produk ekonomis yang menghasilkan cuan jika diproduksi secara masif.

Politisi Nasdem ini mencontohi, Provinsi Bali yang mampu meraup pendapatan 2,8 juta dolar para tahun 2014 dari hasil penjualan lukisan, produk kita ini harus kita bawa sebagai produk yang mempunyai nilai ekonomi, ini adalah hadiah terbesar dari nenek moyang literasi terbesar.

Menurut Bupati, Pemerintah Kabupaten Nagekeo sudah menempati Pariwisata sebagai penggerak. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita sekarang meningkatkan mutu tenun dan anyaman agar dibeli oleh para pelancong dan pada saatnya dapat diekspor.

“Ini upaya kita mengembalikan proses produksi dari orang kebanyakan dari mama, nenek, tanya kita, tenun anyaman itu sudah diambil dari tangan kebanyakan ke industri berskala besar, mari kita rebut kembali” ajak Bupati.

Bupati juga mendorong, generasi muda untuk kembali belajar serta menekuni anyaman dan tenun mulai dari bangku sekolah. Saatnya sekarang anak sekolah belajar menenun dan menganyam, dalam pengembangan motorik halus anak-anak, sebab menenun ini adalah hasil karya individual mewakili setiap individu yang sudah tentu hasilnya akan berbeda.

“Kalian siap untuk belajar menenun dan menganyam? Siapkah kembali kalian mengambil” tanya Bupati. “Siap! jawab anak sekolah serentak.

Festival hari kedua kata Bupati diisi dengan atraksi tinju adat (etu). Tinju memiliki banyak filosofi salah satunya melatih otak, hati dan otot dalam melakukannya. ‘Tinju ini mengasah kita punya keberanian, sebagai olahraga yang diminati dunia tinju (etu) juga bisa kita bawa ke peradaban dunia” ujarnya.

Selanjutnya di hari ketiga Festival diisi dengan kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Ini merupakan gerakan menjaga kelestarian alam terutama habitat hutan mangrove yang belakangan sudah banyak dicemari dan dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

“Gerakan menanam kembali bakau salah satu upaya menjaga laut, seluruh biota laut mendapatkan tempat yang aman dari predator yang aman. Saatnya kita belajar untuk menjaga itu, kita sudah mengalami krisis satwa liar selama ini kita sudah kejar dan kita bunuh” ungkap Don Bosco. (Arjuna)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here