Muba, prioritas.co.id – Layaknya program investasi, diberikannya kemudahan terhadap belasan perusahaan raksasa di Muba oleh pemerintah baik pusat maupun daerah pasti dengan tujuan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah. Namun pada kenyataannya harapan tersebut , tinggal harapan,ketika perusahaan tersebut mampu meraup keuntungan besar, masyarakat tempatan malah terpinggirkan dan hanya menjadi penonton.
Disisi lain, kewajiban setiap perusahaan yang bergerak di sektor apa pun yang diwajibkan mengeluarkan dana CSR sebesar 2% dari keuntungan perusahaan sesuai dengan peraturan mentri negara BUMN No.4 tahun 2007 harus disisihkan untuk Program kemitraan dan bina lingkungan ( PKBL ) seperti terabaikan. Kondisi ini bahkan sudah berlangsung selama belasan tahun di bumi serasan sekate.
Dalam UU No.40 tahun 2007 ditegaskan bahwa Tanggungjawab sosial dan lingkungan ( TJSL ) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.
“Lebih kurang 20 tahun PT Ghutri Peconina Indonesia (GPI) beroperasi, kami warga desa Bumi Ayu belum pernah dilihat perusahaan tersebut, baik CSR, maupun proposal bantuan yang kami ajukan tak pernah diindahkan,” kata Sugiman Sekretaris Desa Bumi Ayu, Kecamatan Lawang Wetan, belum lama ini.
Beberapa Kepala Desa yang sempat di konfirmasi via telpon genggam mengatakan bahwa mereka bersama warga belum pernah menikmati dana CSR yang katanya 2% dari keuntungan itu.
Aspiran Sekdes Desa Talang Piase mengaku selama 20 tahun PT. Guthrie pecconina indonesia hanya membantu satu buah sumur.
“Kami sudah berapa kali mengusulkan untuk pembangunan jalan dari PT. Guthrie pecconina indonesia ke Talang Piase tapi tidak kunjung dibangun”Ujarnya.
Hal senada diungkap oleh Kepala Desa Sereka Sugianto yang mengatakan selama dirinya menjabat Kades Sareka , cuma ada bantuan 50 batang mangga dari PT. Pinago .
“Kami juga pernah mengusulkan di bidang pendidikan seperti pembangunan madrasah, namun sampai sekarang belum ada realisasinya”katanya.
Ia mempertanyakan , kalau memang alokasi CSR 2% dari keuntungan perusahaan bisa dipastikan jumlahnya banyak sekali.
“Kemana saja uangnya? Dan desa mana saja yang dibantunya, kalau desa saya belum pernah,” ujarnya.
Beredar informasi, pengelolaan dana CSR di Muba dikelola oleh Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) melalui forum CSR. Kasubid Bappeda Meti saat diwawancara ruang kerjanya, Rabu ( 05/09) mengamini sejumlah aturan dan undang undang terkait CSR. Namun menurut dia, dalam aturan tersebut tidak tertera jelas sanksi apa yang akan dikenakan pada perusahaan yang tidak melaksanakannya.
“Iya itu wajib pak,namun tidak ada aturan jelas apa sanksi yang diterima perusahaan apabila tidak melaksanakan atau mengeluarkan CSR”katanya.
Bapeda, menurut dia hanya sebatas menerima laporan CSR dari perusahaan dan kemudian memonitoring disamping melakukan pengawasan pelaksanaannya di lapangan.
“Bappeda itu hanya menerima laporan saja pak, seperti tahun 2017 hanya beberapa perusahaan besar yang telah melaporkan kegiatan CSR, untuk tahun 2018 sendiri belum ada laporan”ujarnya.
Pihaknya pernah mengusulkan renovasi jembatan musi kota Sekayu dan stadion serasan sekate seperti tanam rumput,rehab podium dan sudah terlaksana. Dan banyak lagi sesuai dgn link mereka masing-masing,dimana perusahaan terbaik beroperasi.
Meti pun menambahkan kegiatan lain seperti PT.Pinago pernah membangun jalan dan PT Inti Agro Makmur pernah membuat pembibitan labu bekerjasama dengan KPH Desa Meranti.
Saat disinggung mengenai renovasi jembatan musi yang merupakan tanggung jawab provinsi dan renovasi stadion sudah dianggarkan oleh Pemkab daerah akan membuat terjadinya tumpang tindih anggaran, Meti berkelit. Walau pada dasarnya mengakui renovasi stadion dan jembatan musi sudah dianggarkan dalam APBD.
“Memang sudah dianggarkan pak, ya namun karena APBD kita kan setiap tahun divisit anggaran maka kami minta bantuan perusahaan”kata Meti berdalih.
Sementara di tempat terpisah, Satoto Waliun selaku tokoh LSM Muba mengatakan, pengalokasian CSR untuk pembangunan jalan,renovasi jembatan dan stadion dinilai kurang tepat. Karena , lazimnya kegiatan tersebut sudah dianggarkan melalui APBD karena merupakan tanggung jawab pemerintan daerah baik provinsi maupun kabupaten.
“Aturan kan sudah jelas bahwa dana CSR itu di alokasikannya untuk apa, seperti untuk pendidikan, UMKM, kegiatan sosial dan harus mengutamakan kegiatan di desa masing-masing tempat perusahaan itu berdiri bukan di kota, itu harus diperhatikan.” ujarnya.
Kalau pihak Bappeda hanya menerima laporan dari pihak perusahaan saja tampa ada pengawasan seperti ini, ia menyarankan agar forum CSR dibubarkan karena hanya akan mengebiri hak masyarakat desa. Dan pelaksanaan CSR kembali ke peraturan desa untuk kesejahteraan desa masing-masing.
Ia menegaskan, seharusnya dana CSR diberikan langsung kepada masyarakat di sekitar dimana perusahaan itu beraktivitas. Bukan melalui pihak lain seperti Forum CSR, dan kalau memang harus melalui forum tersebut, maka forum CSR harus mengakomodir kepentingan masyarakat dahulu sehingga CSR bisa dinikmati masyarakat yang memang berhak
“Apabila pemerintah tidak bisa menjelaskan secara transparan dan rinci tentang dana CSR, baik yang dikelola oleh desa maupun yang dilaporkan oleh perusahaan maka kami bersama masyarakat desa akan melakukan aksi guna memperjuangkan hak masyarakat,” pungkasnya. (*)
post by dani pratama