Eksepsi Siswanto Minta Dibebaskan dari Dakwaan Jaksa, Ini Alasannya

0
32

Tanjungpinang.prioritas.co.id – Dugaan korupsi proyek pembangunan jembatan Tanah Merah, Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan TA. 2018 dan 2019 yang menyeret Siswanto, selaku kontraktor penyedia jasa dari CV.Bina Mekar Lestari (Penyedia TA. 2019), meminta dibebaskan dari jerat hukum sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dirinya.

Ungkapan tersebut disampaikan oleh terdakwa Siswanto melalui tim Penasehat Hukumnya, Dr Edy Rustandi SH MH dan rekannya Dwiki Kristanto dan Edward Sihotang dalam nota keberatan (Eksepsi) atas dakwaan JPU dalam perkara dimaksud pada sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (29/11/2023).

Disamping terdakwa Siswanto, dalam ruangan sidang dan perkara yang sama, juga melibatkan terdakwa Bayu Wicaksono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pembangunan proyek Jembatan Tanah Merah tersebut, dengan agenda juga eksepsi atas dakwaan JPU.

Terdapat sejumlah alasan disampaikan Edy Rustandi selaku PH terdakwa Siswanto, terkait dakwaan JPU yang dituduhkan kepada klien dalam perkara tersebut.

“Bahwa Surat Dakwaan adalah suatu surat yang merupakan dakwaan/tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan hasil pemeriksaan penyidikan, yang menempati posisi sentral dan strategis dalam pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan,”ucap Edy Rustandi awal pembacaan eksepsinya, lengkap ketentuan perundangan yang berlaku

Edy menyebutkan, dalam perkara ini, pihaknya selaku Penasihat Hukum Terdakwa Siswanto mengamati dan menemukan beberapa hal yang janggal dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, antara lain :

Belum adanya hasil penghitungan kerugian negara yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, selaku lembaga yang memiliki kewenangan Konstitusional;

Penyelidik, Penyidik dalam berkas perkara ini, hanya sekedar mencari-cari kesalahan untuk ditimpakan / ditanggungkan kepada Terdakwa Siswanto, selaku Kontraktor Pelaksana (Lanjutan), bukan mencari kebenaran yang sebenar-benarnya, yaitu apakah yang menjadi penyebab gagalnya bangunan jembatan tanah merah yang sebenarnya telah diserah-terimakan dari Terdakwa selaku Kontraktor Pelaksana kepada Saksi Bayu Wicaksono selaku PPK.

“Berdasarkan hasil survey lapangan dan pengujian di laboratorium oleh Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung, yang melakukan Pekerjaan Analisis Geoteknik Perencanaan Jembatan Tanah Merah, Bintan, Kepulauan Riau, Maret 2020, telah diperoleh kesimpulan, kedalaman tanah keras pada BH 1 berada pada kedalaman 32 m dan untuk BH 2 kedalaman tanah keras berada pada kedalaman 32 m maka pemasangan tiang pancang pada abutment dan dinding penahan tanah hanya sampai pada kedalaman 18 meter, tidak memadai menahan bobot / beban dan daya dorong lateral pada lapisan lunak,”jelasnya.

Akibatnya, kata Edy Rustandi, patut diduga telah terjadi kekeliruan dalam tahap perencanaan pembangunan jembatan tanah merah, kekeliruan mana merupakan tanggung-jawab Pihak Perencana Pembangunan, dan jelas-jelas bukan tanggung-jawab Terdakwa Siswanto.

“Bahwa nasib Terdakwa dalam perkara ini dapat kami ibarat, seperti peribahasa “lain orang yang makan nangka, lain orang yang kena getah” artinya lain orang yang melakukan kesalahan, lain pula orang yang menerima akibatnya,”sindir Tim PH terdakwa Siswanto.

Diterangkan, dalam Hukum Pidana dikenal “asas tiada pidana tanpa kesalahan” (Geen straf zonder schuld) artinya seseorang tidak dapat dijatuhkan hukuman tanpa adanya kesalahan.

“Dalam persidangan ini, bilamana tidak didapat kesalahan Terdakwa maka Majelis Hakim harus membebaskan Terdakwa dan sebaliknya bilamana Terdakwa telah terbukti melakukan kesalahan maka sepatutnyalah Terdakwa mempertanggung-jawabkan sesuai dengan kesalahannya,”ujarnya

Edy Rustandi mengungkapkan, bahwa kliennya sebagai Terdakwa diajukan ke hadapan persidangan ini oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Surat Dakwaan Primair dan Subsider Telah melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.6.091.016.061,-

Hal dimaksud sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana;

“Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.kata Edy Rustandi.

Dikatakan, dalam perkara ini belum ada hasil perhitungan dan pernyataan mengenai ada tidaknya “kerugian negara” dan berapa besarnya kerugian negara yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai instansi yang diberi kewenangan oleh UU maka perkara ini sebenarnya belum layak untuk disidangkan.

“Jangankan disidangkan, untuk ditetapkan sebagai Tersangka saja, Terdakwa Siswanto masih belum layak karena belum ada pernyataan kerugian negara secara pasti dan konkret oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpandan Nomor 2/Pid.Pra/2021/ PN.Tdn, tanggal 1 September 2021, dalam perkara antara CAHYO PURNOMO sebagai Pemohon melawan Kepala Kejaksaan Negeri Belitung Timur sebagai Termohon, yang dalam pertimbangan hukumnya pada alinea 2, 3 dan 4 halaman 111 menyatakan,”ungkap Edy Rustandi

Menurutnya, Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan Konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/inspektorat/satuan kerja perangkat daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau mendeclare adanya kerugian negara.

Oleh karena berdasarkan bukti-bukti yang sudah ada tidak dapat menunjukkan adanya audit resmi dari kantor BPK yang dipersangkakan kepada pemohon, hal mana menurut pendapat hakim adalah hal yang paling penting dan mendasar sebagai pintu masuk untuk mengungkap pelaku tindak pidana korupsi yang terindikasi merugikan keuangan negara berdasarkan hasil audit resmi yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berhak untuk mengeluarkan adalah Badan Pemeriksa Keuangan.

“Hasil audit resmi dari BPK sampai persidangan praperadilan tidak dimiliki dan tidak bisa diperlihatkan termohon, sehingga dengan demikian menurut hakim bahwa bukti permulaan dalam perkara aquo belumlah cukup terpenuhi;”ujarnya.

Oleh karena itu, maka Surat Dakwaan No. Reg. PDS-06/L.10.15/Ft.1/10/2023, tanggal 24 Oktober 2023 telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap serta tidak berdasarkan berdasarkan ketentuan Hukum yang berlaku, maka Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum harus dibatalkan atau setidak-tidaknya dinyatakan batal demi hukum.

Dalam Surat Dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Mendakwa Terdakwa Dengan Hal-Hal yang tidak terdapat dalam Kontrak;

Bahwa baik dalam Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair, Sdr. Jaksa Penuntut Umum mendakwa Terdakwa dengan menyatakan Terdakwa tidak melakukan tindakan-tindakan yang bukan merupakan kewenangan Terdakwa dan tidak merupakan item pekerjaan yang diatur dalam Kontrak (Surat Perjanjian Nomor : 13/SP/BP-BINTAN/V/2019, tanggal 27 Mei 2019).

Hal dimaksud ada halaman 7 dalam Dakwaan Primair dan halaman 29 dalam Dakwaan Subsidair, yang berbunyi, Terhadap hasil pekerjaan Pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan TA. 2018 (20 meter) atau kondisi existing jembatan tersebut, Terdakwa selaku Direktur CV. Bina Mekar Lestari sebagai Kontraktor Pelaksana Pembangunan Lanjutan :

“Tidak pernah melakukan uji teknis atau uji laboratorium terhadap hasil pekerjaan tahun 2018 tersebut, Terdakwa hanya menerima pekerjaan existing dari saksi Bayu Wicaksono selaku PPK tanpa meminta atau melakukan uji laboratorium terhadap kualitas pekerjaan sebelumnya,”jelas Edy Rustandi.

Diterangkan, Terhadap kondisi tanah jembatan, perusahaan Terdakwa CV. Bina Mekar Lestari tidak melakukan penyelidikan tanah dan hanya mengikuti Laporan Hasil Penyelidikan Tanah Proyek DED Pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan Provinsi kepulauan Riau No. 841/R-JMBTN/B/III/2018/RV.0 bulan Maret 2018 dari PT. Spectra Duta Karya yang merupakan sub konsultan dari CV. Vitech Pratama Consultant selaku Konsultan Perencana pada Pelaksanaan kegiatan pembangunan tahun 2018.

“CV. Bina Mekar Lestari tidak pernah melakukan kajian ulang terhadap gambar perencanaan atau desain yang dibuat oleh Konsultan Perencana di pekerjaan tahun 2018;” bebernya.

Bahwa di dalam Kontrak (Surat Perjanjian Nomor : 13/SP/BP-BINTAN/V/2019, tanggal 27 Mei 2019), yang ditanda-tangani oleh Saksi Bayu Wicaksono, selaku PPK dan Terdakwa Siswanto, selaku Kontraktor Pelaksana (Lanjutan), tidak terdapat ketiga pekerjaan tersebut di atas, yang menurut Jaksa Penuntut Umum tidak dilakukan oleh Terdakwa Siswanto. Dengan demikian Jaksa Penuntut Umum telah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam menguraikan perbuatan-perbuatan Terdakwa Siswanto yang didakwakan, sehingga adil dan patut Surat Dakwaan dibatalkan atau setidak-tidaknya dinyatakan batal demi hukum;

“Uraian Jaksa Penuntut Umum Tentang Penyebab Gagalnya Pembangunan Jembatan Tanah Merah, Yang Telah Selesai Dilaksanakan Dan Telah Dilakukan Serah Terima, Tidak Sesuai Dengan Hasil Penyelidikan Penyebab Kegagalan Bangunan Jembatan,”ucapnya

Diterangkan, pekerjaan pembangunan Jembatan Tanah Merah Tahun Anggaran 2019 yang dilaksanakan oleh Terdakwa Siswanto sebenarnya merupakan pekerjaan lanjutan dari pekerjaan pembangunan Jembatan Tanah Merah Tahun Anggaran 2018 oleh PT. Bintang Fajar Gemilang selaku Kontraktor Pelaksana, yang diwakili oleh Sdr. DJAFACHRUDDIN (DPO) selaku Direktur Utama, yang dinyatakan wanprestasi dan diputus kontraknya oleh saksi Bayu Wicaksono selaku PPK, dengan progress pekerjaan sebesar 35,35 persen.

“Bahwa sebelum memulai pekerjaan, Terdakwa Siswanto menerima kondisi existing dari saksi Bayu Wicaksono, sebagaimana diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Primair pada halaman 7 dan dalam Dakwan Subsidair pada halaman 28 dan 29 dalam Surat Dakwaannya,”ungkapnya.

Menurutnya lagi, Terdakwa Siswanto telah melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak, dimana selama pelaksanaan pekerjaan pembangunan, Terdakwa Siswanto diawasi secara ketat oleh Konsultan Pengawas, CV. Vitech Pratama Consultant, yang notabene sebenarnya Konsultan Perencana pada Tahun Anggaran 2018.

“Hasil pekerjaan Terdakwa Siswanto, telah diterima dengan baik oleh Bayu Wicaksono selaku PPK, sebagaimana Berita Acara Serah Pekerjaan, Paket Pekerjaan Pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan (20 M) (Lanjutan) Nomor : 13.05/BASTP/BP-BINTAN/XII/2019, tanggal 18 Desember 2019, artinya mutu maupun volume pekerjaan telah sesuai dengan kontrak atau tidak ada pengurangan mutu atau kualitas pekerjaan”ucapnya.

Dibeberkan, pada hari Rabu, tanggal 25 Desember 2019, atau seminggu setelah dilakukan serah terima pekerjaan dari Terdakwa Siswanto kepada saksi Bayu Wicaksono, telah terjadi penurunan seketika secara drastis (immediate settlement) pada timbunan tanah oprit jembatan dengan tinggi penurunan 2,5 meter dari lantai jembatan dan terjadi pergeseran terhadap satu sisi retaining wall pada abutment 1 dan abutment 2 yang ditimbun.

“Penurunan terjadi akibat hujan besar di lokasi pekerjaan selama 19 hari terus menerus sebesar 145 mm (sesuai data BMKG), sesuai dengan Laporan Investigasi Kecelakaan Konstruksi Penurunan Tanah Pada Abutment Dan Retaining Wall Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan, yang dibuat oleh Tim Investigasi Kecelakaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, Juni 2021,”jelasnya.

Sementara berdasarkan hasil survey lapangan dan pengujian di laboratorium oleh Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung, yang melakukan Pekerjaan Analisis Geoteknik Perencanaan Jembatan Tanah Merah, Bintan, Kepulauan Riau, Maret 2020, telah diperoleh kesimpulan, kedalaman tanah keras pada BH 1 berada pada kedalaman 32 m dan untuk BH 2 kedalaman tanah keras berada pada kedalaman 32 m maka pemasangan tiang pancang pada abutment dan dinding penahan tanah hanya sampai pada kedalaman 18 meter.

Sehingga tidak memadai menahan bobot/beban dan daya dorong lateral pada lapisan lunak, sehingga patut diduga telah terjadi kekeliruan dalam tahap perencanaan pembangunan jembatan tanah merah, kekeliruan mana merupakan tanggung-jawab Pihak Perencana Pembangunan, dan jelas-jelas bukan tanggung-jawab Terdakwa Siswanto, yang notabene merupakan Kontraktor Pelaksana;

Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaan Primair Surat Dakwaan JPU menyatakan : “Bahwa tiang pondasi abutment yang terpasang pada pembangunan jembatan tanah merah Kecamatan Teluk Bintan (20 M) tahun 2019 tidak memiliki Sertipikat/Label Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Dimana baru mendapatkan Sertipikat/Label Standar Nasional Indonesia (SNI) pada tahun 2020 yang dikeluarkan oleh PT. Global Inspeksi Sertifikasi terkait Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI Nomor : 132/GIS-S5/Rev-00/XI/2020 terhadap Standar SNI 6880 : 2006 Spesifikasi Beton Struktural”.jelasnya.

Dikatakan, bahwa adalah pernyataan yang tidak benar dan bersifat mencari-cari kesalahan untuk ditimpakan kepada Terdakwa Siswanto, karena pekerjaan pemasangan tiang pondasi abutment dikerjakan oleh Kontraktor Pelaksana terdahulu, yaitu PT. Bintang Fajar Gemilang pada tahun Anggaran 2018.

“Berdasrkan alasan-alasan tersebut di atas maka kami Penasihat Hukum Terdakwa Siswanto memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar menjatuhkan putusan sebagai berikut :
Mengabulkan eksespi/keberatan yang diajukan Penasihat Hukum Terdakwa Siswanto;

Menyatakan batal Surat Dakwaan No. Reg. PDS-06/L.10.15/Ft.1/10/2023, tanggal 24 Oktober 2023 atau menyatakan Surat Dakwaan No. Reg. PDS-06/L.10.15/Ft.1/10/2023, tanggal 24 Oktober 2023 batal demi hukum;

Menyatakan Terdakwa Siswanto tidak dapat diperiksa dan diadili berdasarkan Surat Dakwaan No. Reg. PDS-06/L.10.15/Ft.1/10/2023, tanggal 24 Oktober 2023;

Memerintahkan agar berkas perkara ini beserta barang buktinya dikembalikan kepada Kejaksaan Negeri Bintan;

Memerintahkan agar Terdakwa Siswanto dikeluarkan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kota Tanjungpinang segera setelah putusan dibacakan;

“Memulihkan Terdakwa Siswanto dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya dan Membebankan biaya perkara kepada Negara,”ujar Tim Penasehat hukum terdakwa Siswanto.

Terhadap Eksepsi kedua terdakwa melalui tim Penasehat hukumnya tersebut, majelis hakim yang mengadili perkara ini memberikan kesempatan kepada JPU dari Kejari Bintan untuk menyampaikan tanggapan pada sidang sepekan mendatang. (*/red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here