Sah Kah Nikah Beda Agama di Indonesia!?

0
26
Rahmad Putra S.Sos.

– Sah kah nikah beda agama di Indonesia, ternyata ini masih menjadi pro dan kontra, ini tentu membuat kita miris bagi yang beragama. Kata kawan kat Batam, sekarang banyak yang error, karena diduga efek vaksin !?

Jika pernikahan beda agama saja masih menjadi pro kontra, bagaimana jika perkawinan yang tidak punya agama alias tidak beragama ? Banyak yang asal bunyi soal perkawinan beda agama karena mungkin dia hanya tahu teorinya.

Penulis tidak hanya berteori tapi juga paham soal prakteknya. Karena sering membantu kawan yang mau nikah dengan agama yang berbeda, baik itu agama Islam, Kristen, Khatolik, Budha, Hindu, dimana agama ini diakui di Indonesia.

Baru-baru ini staf khusus presiden bernama Ayu Kartika Dewi ramai diperbincangkan publik, Bukan tanpa alasan, Ayu diketahui telah melangsungkan pernikahan beda agama pada hari, Jumat (18/3/2022).

Kabar ini disampaikan langsung oleh Ayu pada laman Instagram-nya, Ayu telah berstatus istri dari seorang Co-Founder Kok Bisa, Gerald Bastian.

Selain memiliki keyakinan yang berbeda, Ayu dan Gerald juga menjadi sorotan karena hubungan mereka, Diketahui, Gerald telah memenuhi 97 kriteria dari 100 kriteria yang diidamkannya ketika masih melajang.

Pernikahan antara kedua mempelai yang berbeda bukanlah hal yang sederhana di Indonesia. Selain harus melewati gesekan sosial dan budaya, birokrasi yang harus dilewati pun berbelit. Tak heran jika banyak pasangan dengan perbedaan keyakinan akhirnya memilih menikah di luar negeri.

Pasangan yang memutuskan menikah di luar negeri nantinya akan mendapatkan akta perkawinan dari negara bersangkutan atau dari perwakilan Republik Indonesia setempat (KBRI). Sepulangnya ke Indonesia, mereka dapat mencatatkan perkawinannya di kantor catatan sipil untuk mendapatkan Surat Keterangan Pelaporan Perkawinan Luar Negeri.

Jika menikah beda agama, biasanya, masalah yang muncul adalah gesekan antar-keluarga ihwal keyakinan siapa yang dipakai untuk pengesahan. Sebagai contoh kasus berdasarkan pengalaman mengurus pernikahan beda agama dengan cara terakhir ini dialami oleh Mary Anne Ninyo, perempuan beragama Katolik yang menikah dengan pria Kristen Protestan pada 11 Februari 2018 lalu di Gereja St. Yosep Matraman, Jaktim.

Ia akhirnya memilih mengalah dan tunduk dengan keyakinan suaminya saat melakukan pernikahan. Toh ia dan calon suami kala itu masih berada dalam cara ibadah dan kitab yang sama, pikirnya. Ninyo dan suami juga bersepakat tak akan mempersoalkan keyakinan yang akan dianut anaknya kelak saat dewasa, asalkan masih berada di lingkup keyakinan mereka berdua. “Terserah suamiku mau bawa aku kemana, asalkan tujuannya baik,” ujarnya.

Seperti Ninyo, Widana Made yang beragama Hindu juga menuturkan pengalamannya mengurus pernikahan delapan tahun silam dengan seorang perempuan muslim.

Istrinya, Yuliana Prihandari, bersedia menikah dengan cara Hindu dan melakukan upacara Sudhi Wadani (upacara masuk agama Hindu). Setelah itu, mereka mengurus administrasi ke Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Berbekal surat dari PHDI inilah Made dan Yuli mendapat akta nikah di kantor catatan sipil setempat.

Perkembangan kontemporer manusia dalam meresmikan pasangan hidup telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan akan tetapi perkembangan jaman menuntun pada permasalahan baru yaitu perkawinan beda agama.

Pembahasan tentang perkawinan beda agama di Indonesia merupakan suatu yang rumit. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan beda agama termasuk dalam jenis perkawinan campuran. Adapun perkawinan campuran diantur dalam Regeling op de Gemengde Huwelijk stbl. 1898 nomor 158, yang biasanya disingkat dengan GHR.

Dalam Pasal 1 GHR ini disebutkan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Kedua produk perundang-undangan ini mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan termasuk perkawinan antar agama.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” Dalam rumusan ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Hal senada diterangkan beberapa pasal dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, sebagai berikut:

Pasal 4 : “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan”.

Pasal 40 : Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu; Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain; Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain; seorang wanita yang tidak beragam Islam.

Pasal 44 : “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”

Pasal 61 : Tidak sekuju tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”

Berdasarkan penjelasan diatas perkawinan yang dilakukan diwilayah hukum Indonesia harus dilakukan dengan satu jalur agama, artinya perkawinan beda agama tidak di perbolehkan untuk dilaksanakan dan jika tetap dipaksakan untuk melangsungkan pernikahan beda agama berarti pernikahan itu tidak sah dan melanggar undang-undang.

Jadi, menurut hukum positif yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawian tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga pernikahan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia.

Pernikahan pasangan beragama Islam dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan pernikahan pasangan beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil.

Note. Semoga pihak pihak terkait yang masih pro kontra terkait pernikahan beda agama tidak lagi terjadi setelah membaca tulisan ini.

Oleh ; Rahmad Putra S.Sos

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here