Prioritas.co.id, Tanggamus – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus menghentikan penuntutan perkara anak inisial SP usia 17 tahun yang disangka melakukan tindak pidana Pasal 363 Ayat 2 KUHP junto UU Sistem Perlindungan anak.
Penghentian penuntutan yang berdasarkan keadilan restorasi (Restorative Justice) tersebut tertuang dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor 1069/L.8.19/Eoh/09/2020 dan hal ini merupakan pertama kalinya di Kabupaten Tanggamus, serta kedua kali di Provinsi Lampung.
Penyerahan surat penghentian penuntutan perkara anak tersebut disaksikan Kapolsek Limau Polres Tanggamus AKP Oktafia Siagian, perwakilan Bapas Pringsewu, Kasi Pidum I Kade Dwi Ariatmaja, Kasi Intel M.Riska Saputra, pelapor dan aparat Pekon Tanjung Siom.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanggamus David P Duarsa membeberkan, bahwa dihentikannya penuntutan lantaran mempertimbangkan masa depan SP yang masih berusia anak anak dan akan melanjutkan pendidikan.
“Penghentian penutuntutan berdasarkan keadilan restorasi ini merupakan yang pertama di Tanggamus atau yang kedua di Lampung setelah sebelumnya Lampung Selatan,” beber Kajari dalam konferensi persnya, Kamis (10/9/20) di Kantor Kejari setempat.
Menurut Kajari David P. Duarsa Kronologis kejadian bermula dari Minggu tanggal 12 Mei 2019 jam 00:30 dini hari SP dan saksi RM (27) merupakan pelaku dewasa melakukan pencurian kotak amal berisikan kurang lebih uang tunai Rp2.100.000 di Masjid Nurul Huda Dusun Tanjung Agung Pekon Tanjung Siom Kecamatan Limau Tanggamus.
Modusnya pelaku RM memerintahkan SP untuk mengambil kotak amal dimasjid, setelah berhasil mengambil kotak amal itu, lalu RM menyuruh SP pulang kerumahnya dan dibongkar oleh yang bersangkutan, setelah itu pada sore harinya pada pukul 16.00 WIB, RM memberikan uang sebesar Rp 375.000 kepada SP sedangkan sisanya Rp1.825.000 dinikmati oleh saksi RM.
“Berdasarkan kejadian tersebut, beberapa hari kemudian saksi RM dapat di amankan oleh pihak Polsek limau dan telah menjalani sidang tanggal 24 September 2019 dan diputus oleh pengadilan Negeri Kotaagung dengan pidana penjara 1 tahun 10 bulan,”jelas David.
Lanjutnya, pada saat bersamaan setelah saksi RM diamankan pihak Polsek Limau, anak SP melarikan diri ke Pulau Jawa, baru setelah sekitar bulan Agustus 2020, anak SP kembali kerumahnya dengan tujuan untuk melanjutkan sekolahnya ke tinggkat SMA yang sempat ia tinggal pada masa pelariannya tersebut, kemudian pada saat itulah Polsek limau berhasil mengamankan SP.
Setelah melakukan proses penyidikan, tanggal 2 September 2020 telah dilakukan penyerahan anak dan barang bukti atau tahap 2 dari penyidik kepada penuntut umum, pada saat pelaksanaan tahap 2 tersebut, dengan mempertimbangkan masa depan anak SP yang masih berusia sekolah yang akan melanjutkan pendidikan di sekolah tinggkat SMA dan SP bukan pelaku intelektual atau pelaku utama dari peristiwa pencurian tersebut.
“Saya selaku kepala Kejari Tanggamus menerbitkan surat perintah kepada penuntut umum untuk melaksanakan upaya perdamaian berdasarkan keadilan restorasi yang mana dalam pelaksanaannya penuntut umum berhasil memediasi antara pihak masjid/marbot selaku korban dan anak SP di dampingi oleh orangtuanya dan disaksikan Kakon setempat dengan hasil kesepakatan berdamai disertai dengan pengembalian kerugian yang diderita Masjid Nurul Huda serta permohonan dari seluruh pihak agar anak dapat dikembalikan kepada orangtua dengan tujuan dapat melanjutkan sekolah demi masa depan anak itu sendiri,”terang Kajari.
Setelah diperolehnya hasil perdamaian dan keinginan dari seluruh pihak terkait agar dihentikannya perkara tersebut, Kejari Tanggamus melaporkan kepada Kejati Lampung guna memperoleh persetujuan untuk dilakukannya penghentiannya penuntutan berdasarkan restorasi justice, yang kemudian oleh Kepala Kejati Lampung Heffinur, telah menerbitkan surat persetujuan penghentian penuntutan terhadap perkara yang bersangkutan, dengan no surat B-2808/L.8/Eoh.2/09/2020 tanggal 9 September 2020.
“Dalam kesempatan ini kami ingin menyebarluaskan kepada masyarakat, bahwa saat ini Kejaksaan Agung RI melalui peraturan Jaksa Agung RI nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah merupakan jawaban atas keterbatasan undang-undang No 8 tahun 1981 tentang kitab hukum acara pidana yang pada era dewasa ini sudah tidak dapat mengakomodir secara utuh nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat yang mendambakan hukum progresif dalam bingkai sistem Eropa continental,”ucap Kajari.
Dijelaskan David bahwa konsep restorative justice merupakan suatu pendekatan yang menitik beratkan kepada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korbannya sendiri.
“Penegakan hukum pidana yang berdasarkan hukum acara dengan sentuhan rasa humanis tersebut, maka Kejaksaan Agung RI bukan hanya sekedar aparat penegak hukum, tapi juga sebagai penegak keadilan sebagaimana amanat Jaksa Agung RI,”pungkasnya.
Ditempat sama, Suhaidi (49) selaku pelapor yang merupakan pengurus masjid Nurul Huda mengaku ikhlas atas penghentian penyidikan salah satu pelaku yang merupakan anak dibawah umur. Sebab menurutnya sangat baik untuk masa depan SP.
“Iklas (atas pembebasan SP), dan lebih baik kita arahkan kepada hal yang benar,” ucap Suhaidi.
Rasa syukur dan ucapan terima kasih disampaikan Hadori selaku ayah SP., mengaku senang anaknya dibebaskan dan berjanji akan menjaga anaknya sehingga tidak terjerumus kepada hal negatif.
“Sangat senang, kami akan menjaga SP dengan baik dan ia dapat memperbaiki dirinya, agar dimasyarakat berguna,” ucapnya. (*)