Prioritas.co.id, Sidimpuan – Di dalam gubuk reyot berukuran 5×3 meter di atas tanah persawahan yang diapit permukiman padat penduduk di sebuah lokasi di Kota Padangsidimpuan bermukim enam anak manusia, seorang nenek berusia 70 tahun, ayah dan empat anaknya.
Di dalam rumah “reyot” yang disangga enam tiang ini pula, seorang ayah kandung TMP (37) diduga tega melakukan perbuatan asusila pada putrinya yang paling sulung berinisial N (13). Kini, kasus pencabulan ini saat ini tengah ditangani Polres Padangsidimpuan dengan tersangka TMP.
Dugaan perbuatan itu juga terungkap, setelah anak yang ketiga tersangka, B (9) bercerita perihal yang disaksikannya, apa yang telah diperbuat ayah pada sang kakak saat berbincang dengan awak media yang tengah berkunjung ke rumah tersebut, Kamis (1/8) siang.
Rumah ini tersendiri, berjarak jalan setapak dengan rumah warga lainnya yang terdekat. Namun secara administrasi sudah berbeda kelurahan. Jalan setapak dan selokan di bawahnya menjadi tapal batas antar kelurahan. Sedangkan rumah lain yang se-kelurahan dengan ini, jaraknya cukup jauh.
Di batas ujung persawahan. Dari luar, tampak dinding-dinding papan rumah ini mengelupas. Ditambal dengan seng, atau vinyl sisa spanduk. Sementara bagian lainnya dibiarkan, termasuk tumbuhan semak yang telah merambat menjalar ke bagian depan rumah.
Bila malam, penerangan hanya mengandalkan lampu teplok botol minuman. Dan itu segera dimatikan bila semua sudah tertidur. Maka, waktu ini pula diduga dimanfaatkan sang ayah menjamah putrinya. Saat pencahayaan begitu minim. Meskipun nenek, dan tiga anak lainnya saat tidur hampir tidak ada jarak dan pembatas antar satu dan yang lainnya.
Rumah ini, kata Nek FL (70), adalah pemberian saudaranya. Dibangun sendiri dan ditinggali semenjak 7 Tahun lalu. Mereka pindah dari Samora, Kecamatan Padangsidimpuan Utara.
“Setelah dia meninggal, kami bayar sewa sama anak-anaknya lah. lima puluh ribu sebulan,” katanya kepada awak media singkat.
Nenek FL seharinya mangaku memulung botol plastik minuman untuk dijual. Seharinya ia bisa mendapat uang sebesar Rp 35 Ribu dari penjualannya.
Saat wartawan menyambangi rumah ini, Kamis (1/8) siang. Di dalam rumah ini ada B dan adiknya paling bungsu, A (7). Sementara korban dan anak yang kedua, M (11) ada di rumah aman. Sementara sang nenek FL, telah keluar bekerja mencari botol-botol plastik, nantinya dikumpulkan hingga cukup untuk dijual kembali.
M tengah memasak nasi. Untuk makan dia dan adiknya, A. Mereka baru saja pulang bersekolah. Sejak pagi, keduanya belum makan sama sekali. Nenek sebenarnya sudah memasak nasi, dan menyimpan nasi itu, sementara mereka tak bisa menemukannya.
“Nenek merajuk, karena kami bicara sama orang,” kata M yang masih berupaya menyalakan api pada reranting pohon yang mereka pungut dari ladang orang lain. Tidak ada kompor, hanya saja lantai papan itu mereka lapisi dengan seng, agar tidak terbakar. Tiga buah batu sebagai penyangga.
Dalam rumah terlihat kelam. Semua perlengkapan dapur, pakaian dan peralatan lainnya berserak. Di sudut paling ujung dari pintu, ada lemari dan tikar sebagai tempat tidur.
Pada bagian itulah diduga biasa sang ayah, nenek dan A tidur. Sementara tiga putri tersangka TMP, tidur pada bagian yang berdekatan dengan tempat bermasak dan pintu. B dan N biasa bersampingan.
Karena itu, B juga sering menyaksikan perbuatan sang ayah yang diduga menggerayangi kakaknya, N. Dan B masih bisa merinci hari-hari kapan perbuatan itu dilakukan sang ayah.
Tapi ia sempat takut, bahkan mulai kasihan dengan sang kakak, itu pula yang mendorongnya mengadukan itu pada kakak sepupu mereka berinisial Sd, orang yang biasa mereka ajak menolong. Yang tinggal tak jauh dari rumah mereka.
“Iya, saya lihat. Malam, itu hari Sabtu, Rabu, Sabtu lagi. Kak N juga sering itu digendong-gendong ayah. Kakak diam saja, padahal udah ada uak-uak dulu yang bilang jangan mau. Tapi dia takut,” cerita B.
Dengan Sd, mereka akhirnya melaporkan sang ayah ke Polres Kota Padangsidimpuan pada Selasa (30/7) sore kemarin. Dan hari itu pula, sang ayah diamankan.
Kini, di dalam rumah itu yang tinggal hanya Nenek, B dan adiknya paling bungsu A. Dua kakaknya dua hari ini masih di rumah aman. Sementara sang ibu, telah lama meninggalkan mereka, pergi dan nikah lagi.
Untuk kebutuhan makan, minum dan jajan bersekokah. B dan A sudah terbiasa dengan tangan kosong, atau perut yang kosong. Bahkan, jika nenek belum menjual hasil pulungannya, mereka hanya makan nasi dengan taburan garam. Atau pakai kerupuk sambal seharga Rp 2 ribu, untuk mereka berempat. Jika sedang beruntung, B memasak telur yang dibelikan sang nenek.
“Beras ada dibagi orang-orang kalau malam jumat, nenek ikut juga mengaji malam jumat,” B yang kemudian menyuruh adiknya untuk mengganti pakaian, agar segera ia bawa pakaian kotor itu ke Aek Julu, mencucinya.
Di sana, A dan yang lainnya mandi. Mengambil air, dan mencuci pakaian. Aek Julu yang dimaksud sebenarnya semacam selokan, itu pula yang mengalir ke depan rumah ini.
Tapi di hulu, lebih bersih. Biasanya, untuk jajan, mereka hanya dapat pada hari Senin saja dari sang ayah, masing-masing Rp 5 ribu. Dan bila beruntung, di hari Selasa berikutnya, sang kakak sepupu Sd membagi mereka masing-masing Rp 2 ribu.
Namun kini sang ayah harus mempertanggungjawabkan perbuatan yang disangkakan padanya. B bersaudara hanya mengharapkan dari sang nenek. Begitu juga Sd, ia sempat mengungkapkan kebingungannya dalam membutuhi kebutuhan adik-adiknya ini.
“Tapi kata orang datang itu rezekinya. Mudah-mudahan saja,” kata perempuan berusia 24 tahun itu.
Sd dan ibunya, saat ini tak lagi berkomunikasi baik dengan sang nenek, FL. Dan selama ini, dengan TMP pun demikian, yang notabene paman Sd, adik kandung ibunya.
“Kalau kami bicara sama Kak Sd mau itu ayah memukul kami. Padahal kakak itu yang membela, kalau ada orang jahat sama kami. Sementara ayah diam aja itu, padahal sudah kami bela kalau ada yang menyebut namanya,” ungkap polos anak ketiga TMP itu.
TMP kini telah ditahan di Polres Padangsidimpuan, karena disangka melakukan pencabulan pada anak kandungnya yang masih berusia 13 tahun berinisial N. TMP dijerat dengan UU Perlindungan Anak dan terancam hukuman 20 tahun penjara.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Satreskrim Polres Padangsidimpuan menetapkan TMP (37) menjadi tersangka kasus pencabulan pada anak kandungnya yang masih berusia 13 tahun.
Dari hasil penyidikan pihaknya, Kasatreskrim Polres Padangsidimpuan AKP Abdi Abdullah mengatakan, di rumah yang ditempati tersangka bersama anak-anaknya yang berada di Kota Padangsidimpuan, tersangka diduga kerap menyetubuhi korban.
“Seringnya saat malam hari, saat adik adik korban sudah tidur atau pada siang hari kalau keadaan rumah sedang sepi,” sambung Kasat.
Perbuatan pertama tersangka TMP, lanjut Abdi, pertama kali dilakukan sekitar tahun 2012 yang saat itu korban masih duduk di bangku Kelas I Sekolah Dasar (SD).
Perbuatan asusila itu terjadi sejak 2012. TMP berhasil ditangkap polisi setelah dilaporkan saudara dan tetangga korban pada hari Selasa (30/7/2019) lalu.
“Pria yang yang berprofesi sebagai buruh bangunan ini diduga kerap melakukan pengancaman kepada korban dengan senjata tajam usai melakukan hubungan suami istri,” jelas AKP Abdi Abdillah.
Pria berusia 37 tahun itu sudah bertahun-tahun memperlakukan anaknya kurang baik. “Dia sudah tak ingat berapa kali berbuat seperti itu (cabul-red) pada korban,” sambung mantan Kasatlantas Polres Tapsel ini. (Sabar)