Prioritas.co.id,Tanjungpinang – Ketua PWI Tanjungpinang-Bintan Zakmi Kamsir pada kegiatan Rembuk Aparatur Kelurahan dan Desa Tentang Literasi Informasi Melalui Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kepri menjelaskan, penyebaran berita bohong atau hoaks sangat masif apalagi mendekati Pilpres 2019.
“Hoaks ditemukan pada era 70an saat internet mulai berkembang,” katanya, Senin (8/4/2019) di Hotel Aston jalan Adi Sucipto Km 11, Tanjungpinang.
Akibat hoaks yang masif, Zakmi memaparkan, wartawan yang sangat dirugikan, padahal wartawan yang paling getol memerangi hoaks di Indonesia.
“Kadang wartawan yang jadi kambing hitam. Disini sebenarnya kita harus ketahui dulu mana berita yang dibuat media massa atau berita dari media sosial. Jika berita dari media massa pasti melakukan konfirmasi dan verifikasi serta memiliki sumber sesuai Kode Etik Jurnalistik menurut Undang-Undang Pers Nomor 40,” terangnya kepada seluruh peserta yang hadir.
Jadi, lanjut Zakmi, masyarakat harus verifikasi terlebih dulu informasi berita yang didapatkan, jangan langsung sharing. Seperti tema kita pada saat ini ‘Saring Sebelum Sharing’.
“Kita selalu berpesan agar masyarakat cerdas supaya tidak menyebarkan hoaks. Bedakan berita dari media massa dan berita yang dibuat di medsos atau media massa yang tidak berbadan hukum. Karena media massa tidak berbadan hukum sangat rentan membuat hoaks,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Zakmi menyarankan kepada masyarakat agar mengecek terlebih dahulu media massa yang memberikan informasi, bisa melihat apakah medianya terverifikasi di Dewan Pers.
“Media massa yang sudah terverifikasi jika mereka membuat hoaks, verifikasinya bisa dicabut. Saya harap masyarakat bisa memahami cara membedakan media massa yang benar atau bukan. Tinggal lihat saja di website Dewan Pers. Kalau di Kepri saya rasa media massa sudah bagus semua,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua FKPT Kepri Reni Yusneli menjelaskan, kemajuan teknologi dan peran media sangat berpengaruh merubah persepsi publik. Jurnalis harus sangat hati-hati.
“Semakin sering berita dimunculkan akan mempengaruhi keputusan politik hingga bisa merubah sebuah kebijakan. Berita tak benar bisa membuat paham radikal berkembang,” terangnya.
Menurut Reni, dalam perkembangan kelompok radikalisme dan terorisme memanfaatkan kemajuan teknologi. Beragam isu bisa menjadi sebab berkembangnya kelompok radikalisme.
“Ditambah lagi aksi-aksi yang mengarah ke radikal yang dikembangkan oleh pelaku teror,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Reni, media massa bisa sangat efektif mencegah terorisme dan sebaliknya. Berita aksi teroris yang diblow up secara besar-besaran dapat membuat kegiatan pencegahan terorisme seolah-olah tidak ada.
“Di sinilah kebijakan media sangat diperlukan oleh masyarakat,” ujarnya. (Red/Sn/rilis)